Liputan6.com, Jakarta Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan salah satu caranya mencegah dan mengurangi migrasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural, yakni memperkuat program Desa Migran Produktif (Desmigratif) dan mengoptimalkan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA).
Optimalisasi Desmigratif dan LTSA mengkanilisasi seluruh proses migrasi benar-benar prosedural, terdokumen dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risiko.
Demikian arahan Menaker Hanif Dhakiri sekaligus membuka Rapat Kordinasi Satgas Pencegahan PMI Non Prosedural dan LTSA di Hotel Royal Kuningan Jakarta, Senin (30/7).
Advertisement
"Migrasi harus dipastikan benar-benar memberikan pelayanan sekaligus memberikan perlindungan kepada warganegara yang melakukan migrasi, baik skala kecil antar daerah dan skala besar migrasi antar negara," ujar Maneker Hanif dalam Rakor bertema Peningkatan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) melalui LTSA dan Satgas PMI non prosedural.
Menaker mengakui, meski program Desmigratif belum menjangkau seluruh desa di Indonesia, melalui Rakor ini, pihaknya mendorong agar peran Pemda lebih diperkuat dalam memperbaiki layanan, tata kelola dan perlindungan terhadap masalah desmigratif ini. Pasalnya masalah ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan Pemda, baik di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota.
“Adanya LTSA dan Satgas itu dititikberatkannya berada di Pemda, Pemerintah terus mendorong memberikan stimulan dan lainnya. Pemda harus memiliki peran lebih kuat untuk memastikan agar tata kelola, pelayanan dan perlindungan terhadap masalah desmigratif ini," katanya.
Menaker menambahkan LTSA ke depan harus memiliki penyelesaian sengketa (dispute settlement), untuk membantu PMI yang dilanda masalah. Dispute settlement menjadi terobosan LTSA agar proses penyelesaian permasalahan migrasi dapat ditangani lebih cepat dan efektif. Jadi jika terjadi masalah di daerah PMI, tidak perlu jauh-jauh ke Jakarta.
Menyinggung penambahan Balai Latihan Kerja (BLK) khusus bagi pelatihan PMI yang akan berangkat keluar negeri, Menaker menyatakan BLK di Binalattas selama ini banyak sekali untuk memenuhi banyak kebutuhan. Ada BLK orientasi untuk pemenuhun kebutuhan industri dan wirausaha. Karena itu sudah sepatutnya pihaknya mendukung BLK yang orientasi migrasi.
“Kalau misalnya kita target 10, maka dari 10 itu, harus ada yang dari PMI-nya sehingga nanti back up anggarannya harus ada, yang secara spesifik. Kita latih orang bukan untuk masuk industri tapi melatih orang untuk keluar negeri. Kalau misalnya mau jadi PMI bidang konstruksi, ya sudah kita latih, tapi anggaran yang dipakai anggaran yang memang untuk dikasih untuk PMI. Jadi jelas gitu, “ katanya.
Menaker mengungkapkan, Indonesia merupakan salah satu negara pengirim PMI dalam jumlah signifikan dan tersebar ke 145 negara. Setiap tahun, rata-rata mengirim 300 ribu PMI dan sebanyak 68,39 persennya pekerja berpendidikan SD dan SMP.
“Ini menjadi tantangan kita, agar mereka menjadi migrasi prosedural di satu sisi. Tapi juga mereka dibekali kompetensi memadai agar bisa bersaing untuk level-level pekerjaan lebih baik,“ katanya.
Setelah adanya UU Nomor 18 tahun 2017 tentang PPMI, masalah terkait perbaikan tata laksana migrasi, pelatihan pekerja migran dan perlindungan PMI menjadi tanggungjawab Pemda. “Kita Ingin Sekda dan Kadis yang hadir menjadi perhatian kita semua, karena isu ketenagakerjaan sudah didesentralisasikan ke daerah, isu yang sudah diotonomikan di daerah, “ katanya.
Turut hadir Sekjen Kemnaker Hery Sudharmanto, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta PKK) Kemnaker Maruli A. Sihaloho, Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Bambang Satrio Lelono, Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Binwasnaker dan PKK) Sugeng Priyanto, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI Jamsos) Haiyani Rumondang, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) Kemnaker Soes Hindharno, Sekda kabupaten/kota dan para kadisnaker kabupaten atau kota.
Â
Â
(*)