Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memperpanjang masa pencegahan ke luar negeri (pencekalan) terhadap mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Galaila Agustiawan selaku tersangka dugaan tindak pidana korupsi investasi perusahaan di Blok Baster Manta Gummy (BMG) Australia.
Selain Karen, Kejagung juga memperpanjang masa pencekalan dua tersangka lainnya, yakni Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan dan Direktur Keuangan Pertamina Frederik Siahaan. Pencekalan ke luar negeri diperpanjang selama enam bulan ke depan sejak Juli 2018.
Baca Juga
Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Warih Sadono, mengungkapkan alasan perpanjangan tersebut. Selain agar tersangka tidak bersembunyi di luar negeri, juga untuk mempermudah penyidik memproses kasus tersebut.
Advertisement
"Pencekalan sudah kami perpanjang 6 bulan ke depan. Tujuan pencegahan itu agar si tersangka tidak melarikan diri ke luar negeri," ujar Warih di Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Pencekalan tersebut merupakan kali kedua yang diajukan oleh tim penyidik Kejagung melalui pihak Imigrasi. Sebelumnya, Karen dan dua tersangka lainnya juga telah dicekal pada awal 2018.
"Ini pencegahan yang kedua. Kemarin itu pertama kali kita cegah agar tidak bepergian ke luar negeri. Nah, kali ini kami perpanjang masa pencegahannya," kata Warih.
Karen Agustiawan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Agung sejak 22 Maret 2018. Namun sejak saat itu, Karen belum pernah diperiksa sebagai tersangka. Kamis, 23 Agustus kemarin, Kejagung telah menjadwalkan pemeriksaan, tapi Karen mangkir.
Selain Karen, Genades, dan Frederik, Kejagung lebih dulu menetapkan mantan Manager Merger dan Investasi (MNA) pada Direktorat Hulu PT Pertamina Bayu Kristanto. Bahkan dia langsung ditahan oleh penyidik.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Awal Mula Kasus
Kasus dugaan korupsi tersebut bermula saat Pertamina melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Hulu Energi (PHE), melakukan akuisisi saham sebesar 10 persen terhadap ROC Oil Ltd, untuk menggarap Blok BMG.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase - BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai USD 31 juta.
Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar USD 26 juta. Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.
Namun ternyata Blok BMG hanya bisa menghasilkan minyak mentah untuk PHE Australia Pte Ltd rata-rata sebesar 252 barel per hari. Pada 5 November 2010, Blok BMG ditutup, setelah ROC Oil memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Investasi yang sudah dilakukan Pertamina akhirnya tidak memberikan manfaat maupun keuntungan dalam menambah cadangan dan produksi minyak nasional.
Hasil penyidikan Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam proses pengusulan investasi di Blok BMG. Pengambilan keputusan investasi tanpa didukung feasibility study atau kajian kelayakan hingga tahap final due dilligence atau kajian lengkap mutakhir. Diduga direksi mengambil keputusan tanpa persetujuan Dewan Komisaris.
Akibatnya, muncul kerugian keuangan negara dari Pertamina sebesar USD 31 juta dan USD 26 juta atau setara Rp 568 miliar.
Advertisement