Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina (Persero) masih menunggu arahan dan kebijakan dari pemerintah, terkait rencana realokasi kuota impor minyak mentah dan LPG dari sejumlah negara ke Amerika Serikat (AS). Sebagai bagian dari rencana negosiasi Pemerintah RI ke Negeri Paman Sam, untuk kebijakan tarif dari Presiden AS Donald Trump kepada Indonesia.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Fadjar Djoko Santoso mengabarkan, saat ini pihaknya memiliki kerjasama dagang dengan beberapa perusahaan AS untuk tiga komoditas, yakni minyak mentah (crude oil), produk LPG, dan gas alam cair (LNG).
Baca Juga
"Besarannya, untuk crude di sekitar 4 persen dari keseluruhan komposisi impor minyak mentah kita. Untuk LPG 57 persen," jelas Fadjar di Grha Pertamina, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Advertisement
Namun, Fadjar belum mengetahui berapa besaran kuota impor yang akan direalokasikan ke Amerika Serikat. Lantaran, izin impor oleh Pertamina seluruhnya perlu mendapat persetujuan dari pemerintah.
Fadjar mengatakan, penambahan impor minyak hingga LPG dari AS nanti bakal disesuaikan dengan kebutuhan domestik. Namun, ia belum bisa membeberkan porsi impor dari negara mana yang bakal dikurangi.
"Tentu kalau misalnya ada suatu peningkatan di satu negara, tentu akan disesuaikan. Supaya neraca impornya juga tidak berubah, karena kan kuota alokasi untuk impor dibatasi juga," kata dia.
Menurut informasi beredar, impor minyak mentah Pertamina paling banyak berasal dari Arab Saudi dan Nigeria. Namun untuk BBM, perusahaan pelat merah tersebut paling banyak mengambil dari negara tetangga Singapura.
Sementara, porsi impor LPG Pertamina memang paling banyak didapat dari Amerika Serika. Disusul negara di kawasan Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab dan Qatar.
Mengacu pada hal itu, Pertamina bakal membuat hitung-hitungan agar pengalihan impor ke AS tidak sampai membuat ongkos perseroan bengkak. "Salah satu yang akan kita kaji dan akan disampaikan ke pemerintah," pungkas Fadjar.
Â
Â
Nego Tarif Trump, Indonesia Bakal Impor USD 17,9 Miliar Barang Amerika?
Pemerintah RI akan segera bertolak ke Amerika Serikat (AS) dalam rangka pertemuan bilateral. Salah satunya untuk bernegosiasi soal pengenaan tarif resiprokal dari Presiden AS, Donald Trump kepada Indonesia sebesar 32 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah bakal menawarkan sejumlah kesepakatan dengan Amerika Serikat.
Dengan tujuan, untuk memangkas defisit neraca perdagangan Amerika Serikat terhadap Indonesia, yang pada 2024 mencapai USD 17,9 miliar.
"Juga rencana daripada Indonesia untuk mengkompensasikan delta daripada ekspor dan impor yang besarannya USD 18-19 miliar," kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Tujuan dan Rencana Pelaksanaan
Tujuannya, untuk menekan defisit perdagangan AS ke Indonesia. Salah satunya dengan memperbanyak jumlah barang dari Amerika Serikat yang diimpor ke pasar Tanah Air.
Namun, Airlangga menyebut itu belum tentu dilaksanakan lewat skema impor. Sayangnya, ia belum merinci bagaimana skenario pembelian barang AS secara non impor tersebut.
"Indonesia akan beli barang dari Amerika sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Nilainya mendekati (USD 17,9 miliar), barang belum tentu impor," ujar dia.
Advertisement
Persiapan Pemerintah
Airlangga bilang, pemerintah secara teknis sudah menyiapkan barang apa saja yang bakal dilibatkan dalam perjanjian dagang dengan AS.
Dalam hal ini, ia mencontohkan kedelai yang memakan porsi impor 88 persen dari Amerika Serikat menurut data Departemen Pertanian AS (USDA).
"Komunitas kan jelas kalau yang kita impor kebanyakan agriculture, dan agriculture komunitas kan with soy bean, sebetulnya tarifnya 0. Jadi itu sebetulnya maksimum dengan Amerika kita punya tarif 5 persen," ungkapnya.
"Jadi yang kita impor tarifnya 5 persen. Sehingga mereka lebih mengarah kepada non-tarif. Tarif itu udah turun banget. Jadi tarif itu udah semua mendekati 0 (persen)," papar dia.
