UMKM dan Sumber Pendapatan Non-Tiket MRT Jakarta

PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta sedang menyelesaikan progres pembangunan fase 1 Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI).

oleh Ika Defianti diperbarui 23 Okt 2018, 18:06 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2018, 18:06 WIB
Fase 1 MRT Mencapai 96 Persen
Kereta mass rapid transit (MRT) terparkir di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta sedang menyelesaikan progres pembangunan fase 1 Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI). Transportasi massal ini direncanakan beroperasi pada Maret 2019.

Untuk sumber pendapatan, PT MRT Jakarta menyiapkan beberapa skenario guna mendapatkan pendapatan selain dari penjualan tiket. Sumber pendapatan lain dari nontiket dapat dijalankan MRT Jakarta melalui bisnis retail, iklan, telekomunikasi, hingga properti.

Keberadaan retail hanya ada di 10 dari 13 stasiun. Sedangkan tiga lainnya akan memiliki area khusus pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan produk kreatif.

Ketiga stasiun tersebut yakni Stasiun Haji Nawi, Blok A, dan Sisingamangaraja. Oleh karena itu, MRT Jakarta sengaja menggandeng Bandan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Konsep tersebut berkiblat kepada Stasiun Akihabara, Tokyo, Jepang yang mencerminkan sebagai salah satu kawasan kreatif.

"Di tiga stasiun ini semua harus UMKM, retail itu khusus UMKM," kata Direktur Operasi dan Pemeliharaan MRT Jakarta, Agung Wicaksono beberapa waktu lalu di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat.

Pemilihan tiga stasiun ini, kata Agung, berdasarkan konsep yang telah ditetapkan. Contohnya Stasiun Haji Nawi yang akan berkonsep Betawi. Awalnya menurut sejarah, wilayah itu dikuasai oleh seorang saudagar bernama Haji Nawi.

Kemudian Stasiun Blok A yang sudah dikenal sejak dulu sebagai kawasan bisnis dan komersil. Selanjutnya, Stasiun Sisingamangaraja yang terintegrasi dengan kompleks Gedung Sekretariat ASEAN. Di mana Stasiun ini akan mengangkat tema ASEAN, multikultural, persatuan, dan keberagaman.

Rencananya ketiga stasiun ini tidak dibebankan biaya sewa yang tinggi. Hal terpenting kata Agung yaitu dapat mengangkat UMKM yang ada.

"Yang kita kedepankan bukan soal volume, tapi prestige. Mengangkat UKM ke kelas yang berbeda, masuk stasiun MRT," jelas Agung.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Sumber Pendapatan Non-Tiket

Fase 1 MRT Mencapai 96 Persen
Kereta mass rapid transit (MRT) terparkir di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Berbeda dengan UMKM yang diserahkan ke Bekraf, PT MRT Jakarta telah menyeleksi beberapa perusahaan. Nantinya, retail ini akan menyediakan berbagai fungsi bisnis eceran seperti toko serba ada, kedai makanan dan minuman, toko pakaian dan aksesoris. Kemudian ada juga fasilitas penunjang lainnya, seperti anjungan tunai mandiri (ATM) dan mesin penjualan otomatis.

Lokasinya nanti berada di kawasan concourse stasiun. Penumpang akan dikenakan biaya setelah melewati passenger gate. Sehingga, apabila tidak menggunakan MRT, masyarakat masih dapat memanfaatkannya untuk berkumpul di area komersial.

Selain retail, pendapatan lain dari MRT Jakarta yakni sektor periklanan. Mengingat nantinya, sebanyak 173.400 penumpang ditargetkan dapat diangkut setiap harinya. Sehingga seringkali berlalu-lalang di kawasan stasiun.

Area stasiun memiliki potensi besar untuk bisnis periklanan. Mulai di dalam stasiun, terowongan, luar ataupun dalam kereta, sampai dinding pembatas area peron dengan jalur rel atau platform screen doors (PSD).

Selanjutnya yaitu menjalin kerjasama dengan sistem telekomunikasi untuk memasang internet di area stasiun MRT. Ini dilakukan berdasarkan lelang dengan beberapa perusahaan.

Kemudian PT MRT Jakarta juga tengah mengembangkan sebuah mobile apps yang akan membantu pengguna dalam mengenal MRT Jakarta. Aplikasi tersebut menyediakan fitur seperti waktu keberangkatan kereta, lokasi menarik sekitar stasiun, navigasi informasi, hingga berbagai komersil.

 

Pendapatan dari Penamaan Stasiun MRT

Fase 1 MRT Mencapai 96 Persen
Kereta mass rapid transit (MRT) saat tiba di depo MRT Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (28/8). Progres konstruksi moda transportasi MRT Jakarta fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI kini mencapai hampir 96 persen. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sumber pendapatan terakhir yaitu hak penamaan atau naming right stasiun dengan sejumlah perusahaan. Ini menjadi pilihan efektif sebagai potensi pendapatan.

Direktur Operasi dan Pemeliharaan MRT Jakarta Agung Wicaksono menyatakan, lelang nama stasiun merujuk pada stasiun MRT lainnya di luar negeri seperti halnya di Jepang ataupun Malaysia. Setalah lelang, nama asli stasiun berdasarkan lokasi tidak akan hilang, hanya saja ditambahkan nama suatu produk ataupun perusahaan.

Nantinya, nama mitra yang mendapatkan hak penamaan di stasiun tertentu tersebut akan diposisikan setelah nama asli stasiun MRT.

Kendati begitu, tidak semua stasiun ditawarkan untuk menggunakan hak penamaan. Hanya delapan stasiun saja yaitu Stasiun Lebak Bulus, Stasiun Blok M, Stasiun Senayan, Stasiun Istora, Stasiun Bendungan Hilir, Stasiun Setiabudi, Stasiun Dukuh Atas, dan Stasiun Bundaran Hotel Indonesia. Empat stasiun yang tidak ditawarkan yaitu Cipete Raya, Haji Nawi, Fatmawati, Sisingamangaraja dan Blok A.

"Syaratnya punya properti atau gedung 300 meter dari stasiun. Penamaan untuk setiap stasiun memiliki estimasi harga yang berbeda," ucap Agung.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya