Liputan6.com, Jakarta - Mantan hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (MK) atas perkaranya terkait penerimaan suap dalam putusan uji materi kesehatan hewan ternak. Pada tingkat pertama, Patrialis dinyatakan terbukti bersalah menerima USD 10 ribu, Rp 4 miliar dan divonis delapan tahun penjara.
Saat pembacaan permohonan pengajuan PK yang dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Patrialis menyebut sedikitnya ada 16 bukti baru atau novum sebagai landasannya mengajukan PK.
"Terhadap keberatan PK dan pertimbangan hukum kami akan mengajukan 16 novum," ucap Patrilis membacakan permohonan PK, Kamis (25/10/2018).
Advertisement
Tidak disebutkan bentuk atau peristiwa novum apa sehingga Patrialis mengajukan upaya hukum tertinggi itu. Hanya saja, dia merinci selain novum, terdapat kekeliruan majelis hakim terhada vonis yang dijatuhkan kepadanya.
Menurutnya, pertimbangan majelis hakim atas vonis terhadap dirinya tidak sesuai dengan proses pembuktian. Sehingga ia menilai vonis tersebut merupakan kekeliruan hakim.
"Kekhilfan penerapan hukum baik hukum acara maupun pidana materil terakhir kehilafan tentang tidak mempertimbangakan secara keseluruhan pinjaman Kamaludin yang sudah dibahas di putusan termasuk uang Rp 20 juta,” tukasnya.
Diketahui, selain divonis delapan tahun penjara, majelis hakim yang diketuai oleh Nawawi itu juga menjatuhkan pidana denda Rp 300 juta. Atau jika tidak mampu membayar denda seperti yang diputuskan, Patrialis diwajibkan kembali menjalani masa tahanan selama tiga bulan kurungan penjara.
"Menyatakan terdakwa Patrialis Akbar telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berlanjut. Maka majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8 tahun, denda Rp 300 juta diganti 3 bulan kurungan," ucap ketua majelis hakim, Nawawi saat membacakan vonis Patrialis di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 4 September 2017.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Vonis Patrialis Akbar
Patrialis Akbar dianggap sah dan terbukti menerima 10.000 USD dan Rp 4.043.195 yang dianggap majelis hakim uang tersebut merupakan tindak pidana suap.
Sementara itu, dalam pertimbangannya majelis hakim mencantumkan hal hal yang meringankan dan memberatkan dalam vonis tersebut. Hal yang memberatkan, perbuatan Patrialis tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan mencederai lembaga Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan hal yang meringankan, Patrialis bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, punya tanggungan.
Jasanya sebagai menteri dan mendapat satya lencana juga menjadi pertimbangan majelis hakim yang meringankan vonis Patrialis.
"Pernah berjasa ke negara dapat satya lencana," tukasnya.
Dia juga dikenakan pidana tambahan dengan diwajibkannya mengembalikan USD 10.000 dan Rp 4.043.195. Hanya saja, majelis hakim menjatuhkan pidana selama 1 bulan jika Patrialis tidak mengembalikan uang tersebut. Sedangkan, jaksa penuntut umum KPK menuntut 1 tahun penjara jika tidak mampu mengembalikan.
Vonis majelis hakim terhadap mantan menteri Hukum dan HAM lebih ringan ketimbang tuntutan dari jaksa penuntut umum KPK. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut Patrialis 12 tahun 6 bulan penjara denda Rp 500 juta atau subsider 6 bulan kurungan penjara.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement