PPP Sebut Aplikasi Smart Pakem Cegah Hal Tak Sesuai Undang-Undang

PPP Sebut Aplikasi Pakem Baik Untuk Mencegah Hal Yang Tak Sesuai Undang-undang

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 28 Nov 2018, 21:07 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2018, 21:07 WIB
Menyoroti RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
Anggota Baleg DPR Fraksi PPP Achmad Baidowi (kiri) bersama mantan Kepala Humas PGI Jeirry Sumampow saat diskusi bertajuk “RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/10). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Aplikasi Smart Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) buatan Kejaksaan kini dipolemikkan. Komnas HAM, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan PSI meminta hal ini dihapus.

Namun Wasekjen PPP Achmad Baidowi, menilai aplikasi smart Pakem itu bagus. Bisa tetap menjaga keutuhan Pancasila.

"Saya kira itu bagus untuk pengawasan bukan dalam konteks kontrol ketat. Artinya pemerintah dalam hal ini Kejagung berkepentingan menjaga keutuhan NKRI dari paham-paham yang Anti Pancasila," ucap Baidowi saat dikonfirmasi, Rabu (28/11/2018).

Meski demikian, pria yang duduk di Komisi II DPR ini, menyebut aliran kepercayaan jangan merasa khawatir. Sepanjang sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Meski demikian, aliran kepercayaan ataupun ormas tak usah khawatir sepanjang aktivitasnya sesuai ketentuan UU yang berlaku. Apa yang dilakukan pemerintah sifatnya pencegahan," pungkasnya.

Sebelumnya, Jubir PSI Guntur Romli mengatakan, soal aliran kepercayaan masyarakat harus dikedepankan dialog bukan penghakiman. Pasalnya terjadi diskriminasi terhadap mereka yang menganut aliran kepercayaan masyarakat.

"Hasil pengawasan terhadap aliran kepercayaan masyarakat telah dijadikan sebagai dalih persekusi oleh kelompok-kelompok garis keras untuk melakukan penghakiman dan persekusi yang merupakan tindakan melanggar hukum," kata Guntur.

 

Bedakan Agama dan Kepercayaan

Pegiat media sosial Guntur Romli bergabung ke PSI
Pegiat media sosial Guntur Romli bergabung ke PSI (Liputan6.com/ Putu Merta Surya Putra)

Dia menyarankan, pemerintah untuk membedakan antara dua wilayah, antara agama dan kepercayaan. Pertama wilayah internum sistem kepercayaan pribadi, dan komitmen terhadap agama atau kepercayaan, baik yang dilakukan secara individual maupun bersama-sama dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran, di mana Negara/Pemerintah tidak boleh intervensi.

"Dan hak ini tidak dapat dikurangi (cannot be derogated). Bahkan negara harus memberikan jaminan dan perlindungan sesuai dengan Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," jelasnya.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya