Liputan6.com, Jakarta: Amendemen Undang-Undang 1945 adalah wujud keinginan pendiri negara dalam memajukan kehidupan bangsa. Karena itu upaya menolak amendemen bertolak belakang dengan kehendak pendiri negara sekaligus menutup peluang pengembangan demokrasi politik. Pendapat tersebut diungkapkan Nurcholis Madjid di Jakarta, Jumat (19/7).
"Apakah konstitusi yang kita sebut UUD 1945 itu sedemikian rupa sehingga sama sekali tak diubah. Pikiran itu sulit dan bertentangan dengan pikiran Bung Hatta sendiri. Agak aneh juga ya," kata dia. Padahal, perkembangan negeri kita sudah jauh sekali dan ada keperluan yang cukup mendesak untuk mengukuhkan pikiran-pikiran mendasar dari para pendiri negara. Cak Nur mencontohkan konsep modernism state yang demokratis dan terbuka. "Bahkan secara teknis Bung Karno menginginkan sistem kabinet presidensil bukan parlementer dan itu konsistensinya harus dipenuhi seperti pemilihan (presiden) langsung," kata Cak Nur.
Sementara itu, rapat finalisasi Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR masih belum menyepakati sejumlah pasal krusial. Rapat yang digelar di Jakarta, Jumat malam, cuma menghasilkan pemetaan dukungan terhadap pasal-pasal tertentu oleh setiap fraksi di MPR. Rapat tertutup ini mengagendakan finalisasi pasal-pasal atau ayat yang telah diamendemen serta mensinkronkan hasil lobi pimpinan fraksi MPR. Tapi, sejauh ini, rapat baru memetakan sikap fraksi terhadap setiap pasal, sebut saja pasal dua mengenai keberadaan MPR dan pasal enam tentang pemilihan presiden.
Wakil Ketua PAH I Slamet Effendi Yusuf menjelaskan, menurut rencana rapat finalisasi ini akan berlangsung hingga hari Ahad mendatang. Hasil rapat tersebut akan dibicarakan dalam sidang pleno BP MPR pada 25 Agustus mendatang. Diharapkan amendemen konstitusi dapat diputuskan dalam Sidang Tahunan MPR Agustus mendatang.(TNA/Nurul Amin dan Effendi Kassa)
"Apakah konstitusi yang kita sebut UUD 1945 itu sedemikian rupa sehingga sama sekali tak diubah. Pikiran itu sulit dan bertentangan dengan pikiran Bung Hatta sendiri. Agak aneh juga ya," kata dia. Padahal, perkembangan negeri kita sudah jauh sekali dan ada keperluan yang cukup mendesak untuk mengukuhkan pikiran-pikiran mendasar dari para pendiri negara. Cak Nur mencontohkan konsep modernism state yang demokratis dan terbuka. "Bahkan secara teknis Bung Karno menginginkan sistem kabinet presidensil bukan parlementer dan itu konsistensinya harus dipenuhi seperti pemilihan (presiden) langsung," kata Cak Nur.
Sementara itu, rapat finalisasi Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR masih belum menyepakati sejumlah pasal krusial. Rapat yang digelar di Jakarta, Jumat malam, cuma menghasilkan pemetaan dukungan terhadap pasal-pasal tertentu oleh setiap fraksi di MPR. Rapat tertutup ini mengagendakan finalisasi pasal-pasal atau ayat yang telah diamendemen serta mensinkronkan hasil lobi pimpinan fraksi MPR. Tapi, sejauh ini, rapat baru memetakan sikap fraksi terhadap setiap pasal, sebut saja pasal dua mengenai keberadaan MPR dan pasal enam tentang pemilihan presiden.
Wakil Ketua PAH I Slamet Effendi Yusuf menjelaskan, menurut rencana rapat finalisasi ini akan berlangsung hingga hari Ahad mendatang. Hasil rapat tersebut akan dibicarakan dalam sidang pleno BP MPR pada 25 Agustus mendatang. Diharapkan amendemen konstitusi dapat diputuskan dalam Sidang Tahunan MPR Agustus mendatang.(TNA/Nurul Amin dan Effendi Kassa)