Nasib PBB Gratis DKI, Dibuat Ahok Direvisi Anies

Dibuat pada tahun 2015, aturan pemungutan Pajak Bumi Bangunan dinilai seperti upeti di zaman Belanda.

oleh Ika Defianti diperbarui 24 Apr 2019, 00:04 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2019, 00:04 WIB
Pemprov DKI Jakarta Segera Ambil Alih Pengelolaan Air dari Swasta
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi keterangan terkait pengambilalihan pengelolaan air, Gedung Balai Kota Jakarta, Senin (11/2). Pemprov DKI akan mengambil alih pengelolaan air dari PT Aetra Air Jakarta dan PT PALYJA. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merevisi pembebasan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp 1 miliar. Dalam aturan yang baru, pembebasan pajak berlaku sampai 31 Desember 2019.

Revisi mengenai pembebasan PBB ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Pergub Nomor 259 Tahun 2015 tentang Pembebasan atas Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan atas Rumah, Rumah Susun Sederhana Sewa dan Rumah Susun Sederhana Milik dengan Nilai Jual Objek Pajak sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (Satu Miliar Rupiah).

Kebijakan ini pun akhirnya menuai polemik, pasalnya revisi Pergub itu dikhawatirkan menghapus kebijakan PBB gratis yang telah diterapkan pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Saat itu, Ahok menyebut kebijakan itu berawal dari keprihatinan terhadap warga Jakarta, yang ternyata masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlebih, kalau menggunakan ukuran Kebutuhan Hidup Cukup (KHC).

Pada 2015, Ahok memutuskan untuk menghapuskan kewajiban pembayaran PBB untuk rumah dengan nilai di bawah Rp 1 miliar. Menurut Ahok, penghapusan PBB kepada masyarakat merupakan upaya mendorong geliat ekonomi yang mulai lesu.

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersama Anies Baswedan saat melakukan jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (20/4). Anies menemui Ahok di Balai Kota setelah unggul lewat h‎itungan cepat Pilkada DKI 2017. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Jadi siapapun orang yang tinggal di rusun, rusunami atau rumahnya berharga Rp 1 miliar ke bawah tidak perlu bayar PBB. Nol,” ucap Ahok saat itu.

Dia pun beranggapan PBB yang dikenakan kepada rakyat layaknya 'upeti' di era kolonial Belanda. "Kenapa kita harus ikutin Belanda? Kita ini jangan-jangan ngikutin penjajah? Dulu Belanda, rumah tinggal itu, dikenakan pajak," ujar Ahok.

Sebagai payung hukumnya, Ahok menerbitkan Pergub Nomor 259 Tahun 2015 tentang Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah dan rusun dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp 1 miliar. Kebijakan tersebut berlaku efektif setahun kemudian atau pada 2016.

"Jadi kita pikir ini ekonomi begitu susah. Kita bantu orang yang betul-betul tapi adil," kata Ahok di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pusat saat itu.

Tiga tahun berlalu, pengganti Ahok, Anies Baswedan, merevisi aturan yang sudah dibuat. Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2019, Anies memasukkan sejumlah klausul baru dalam aturan tersebut.

Beberapa anak bermain di halaman Rusunawa KS Tubun, Jakarta, Jumat (5/4). Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Kelik Indriyanto memastikan Rusunawa KS Tubun akan segera dihuni dengan tarif Rp1.500.000/bulan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Beberapa di antaranya yaitu di Pasal 4A, disebutkan bahwa pembebasan PBB hanya berlaku sampai 31 Desember 2019. Dengan kata lain maka pada 2020, seluruh masyarakat yang punya rumah dan bangunan serta wajib pajak badan yang NJOP-nya mencapai Rp 1 miliar akan dibebankan PBB lagi.

Selain itu, dalam Pasal 2A disispkan, PBB yang gratis menjadi tidak berlaku jika ada perubahan objek pajak yang mengalami perubahan hak kepemilikan atau penguasaan atau pemanfaatan kepada wajib pajak badan.

Ini berarti adanya peralihan seperti contohnya penjualan rumah dan bangunan maka pembeli baru wajib membayar PBB.

"Yang penting pada tahun 2019 itu tetap dibebaskan. Itu dulu yang penting," kata Anies di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin, 22 April 2019.

Anies mengaku kini tengah mendata kembali objek-objek pajak yang ada di Jakarta. Sebab, dia menilai terdapat sejumlah objek pajak yang dibebaskan tidak sesuai dengan semestinya.

"Termasuk tempat-tempat yang disebut sebagai rumah tinggal, tetapi dalam praktiknya kegiatan komersial itu terjadi, kos-kosan, warung," jelas dia.

Tidak Ubah Pergub

Aturan revisi ini pun menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Salah satunya dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono menilai kebijakan tersebut dinilai tidak berpihak kepada rakyat kecil.

"Selama ini Pak Anies sampaikan ini soal keberpihakan. Nah sekarang ketika faktanya, fakta yang sudah berjalan di bawah Rp 1 miliar itu adalah 0 rupiah, sementara Pak Anies buat kebijakan baru yang notabanenya adalah semua terkena pajak, kan nilai keadilan nggak ada. Jadi keberpihakan kepada wong cilik gak nampak di situ," kata Gembong kepada wartawan, Selasa (23/4/2019).

Menurutnya, Anies semestinya tidak merevisi aturan tersebut. Bila revisi Pergub tersebut ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, Gembong mengaku cara tersebut kurang tepat.

"Kan faktanya dari  2016 sampai saat ini berjalan baik, kan nggak ada soal berkaitan dengan pendapatan asli daerah kita. Jadi pertama soal keberpihakan, kemudian yang kedua soal pendapatannya nggak ada soal, urgensinya apa Pak Anies buat kebijakan seperti itu?" ucap Gembong

Gembong berharap, Anies tetap mempertahankan kebijakan Pergub 259 Tahun 2015. Menurutnya, pemerintah daerah bisa menggenjot sumber pendapatan daerah yang lain, dari pada harus kembali memungut pajak bagi bangunan dibawah NJOP Rp 1 Miliar.

"Kalau sekarang katakan lah pendapatan berkurang ya Pak Anies harus cari sektor lain yang harus digenjot. Kan ini pajak rumah nggak bayar di bawah Rp 1 miliar itu kan emang orang benar-benar nggak punya. Artinya nggak punya itu bahasanya emang orang yang betul dimiliki bukan investasi, tapi kalau di atas Rp 1 miliar bisa saja orang kaya punya investasi," papar dia.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Tetap Gratis..tis..tis..

Rusun Promoter Polri 17 Lantai Diresmikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan sambutan pada acara peresmian Rusun Promoter Polri di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (28/11). Rusun tersebut akan dihuni oleh anggota polri yang masih aktif bertugas. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kekhawatiran dihapusnya PBB gratis ini pun kemudian dijawab Anies, dia membantah kebijakan pembebasan pajak bumi dan bangunan ( PBB) akan dihentikan pada 31 Desember 2019.

Menurut dia, batas waktu yang tertuang dalam revisi peraturan gubernur soal kebijakan itu tak berarti penggratisan PBB akan dihentikan pada 2020.

"Revisi itu bukan berarti dihilangkan, revisi kan bisa ditambah. Bukan misalnya sekarang nih Rp 1 miliar, boleh enggak besok di bawah Rp 2 miliar? Boleh kan," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (23/4/2019).

Anies justru mengatakan, alih-alih dihentikan, kebijakan penggratisan PBB itu akan diperluas.

"Dan kami rencana menambahkan tahun ini. Kami rencana bangun ini semua guru bebas PBB di Jakarta, semua guru, kemudian termasuk pensiunan guru," ujar Anies. 

Terkait PBB gratis untuk guru dan pensiunan guru, Anies mengatakan Kebijakan ini bakal dituangkan dalam peraturan gubernur yang mulai berlaku tahun ini.

Tak hanya guru, PBB gratis  juga akan berlaku untuk veteran, pensiunan PNS, mantan presiden hingga wakil presiden.

"Kita juga akan bebaskan beban PBB untuk pensiunan guru, purnawirawan TNI-Polri, pahlawan, perintis kemerdekaan, sampai penerima bintang kehormatan dari presiden," kata Anies.

Kebijakan ini, kata Anies, merupakan penghargaan bagi pengabdi negara. Pembebasan PBB bahkan bakal berlaku ke dua hingga tiga generasi di bawahnya. Namun, kebijakan ini hanya berlaku pada rumah pertama. Bila memiliki dua rumah, maka tetap dikenakan pajak.

"Kalau perintis kemerdekaan, pahlawan kemerdekaan, dan veteran sampai tiga generasi. Kalau guru sampai dua generasi," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya