Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk kembali menerapkan kebijakan pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah dan rusun dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp 1 miliar.
Pengenaan PBB bagi rumah dan rusun ini sebelumnya dihapuskan saat Jakarta masih dipimpin oleh Basuki Tjahja Purnama alias Ahok.
Advertisement
Baca Juga
Saat itu, Ahok menyebut kebijakan itu berawal dari keprihatinan terhadap warga Jakarta, yang ternyata masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan. Terlebih, kalau menggunakan ukuran Kebutuhan Hidup Cukup (KHC).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Ahok kala itu, angka kemiskinan bila penghasilan di bawah 2.500 kalori atau Rp 450 ribu per bulan, berbanding jauh dengan KHC yang digunakan Pemprov DKI, yakni Rp 2,7 juta.
Berikut kronologis penghapusan PBB bagi rumah dan rusun dengan NJOP hingga Rp 1 miliar hingga kebijakan tersebut akhirnya direvisi dan kewajiban pembayaran PBB kembali diberlakukan:
Harga Rumah di Bawah Rp 1 Miliar Tak Perlu Bayar PBB
Saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, tepatnya pada 2015, Ahok memutuskan untuk menghapuskan kewajiban pembayaran PBB untuk rumah dengan nilai di bawah Rp 1 miliar.
Sebagai payung hukumnya, Ahok menerbitkan Pergub Nomor 259 Tahun 2015 tentang Pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah dan rusun dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp 1 miliar. Kebijakan tersebut mulai berlaku efektif setahun kemudian atau pada 2016.
"PBB kita sudah siapkan, itu tinggal pergub (peraturan gubernur). Jadi kita pikir ini ekonomi begitu susah. Kita bantu orang yang betul-betul tapi adil," kata Ahok di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Pusat.
Menurut Ahok, penghapusan PBB kepada masyarakat merupakan bagian untuk mendorong geliat ekonomi yang kini mulai lesu. Tapi, penghapusan ini bukan tanpa syarat.
"Jadi siapapun orang yang tinggal di rusun, rusunami atau rumahnya berharga Rp 1 miliar ke bawah tidak perlu bayar PBB. Nol. Tahun depan nol nggak usah bayar lagi sama sekali," ucap mantan Bupati Belitung timur itu.
Hal itu merupakan satu dari sekian banyak fasilitas yang akan diberikan kepada warga. Ada fasilitas lain yang kini tengah dipersiapkan agar beban ekonomi warga bisa berkurang.
"Lalu kalau kamu tinggal di rusun pemda punya kartu Bank DKI, Anda bebas naik bus," pungkas Ahok.
Advertisement
Ahok Hapus PBB karena Warisan Belanda
Setelah penghapusan PBB bagi rumah dengan NJOP Rp 1 miliar tersebut diberlakukan, pada 2016, Ahok juga berencana membebaskan PBB bagi pemilik rumah dengan ukuran 100 meter persegi.
Menurut dia, seharusnya penarikan pajak tidak berlaku pada rumah tinggal kecil melainkan tempat usaha. Kebijakan itu menurut Ahok dikeluarkan Belanda untuk memberatkan pribumi.
"Itu warisan Belanda itu. Pajak itu dipungut dari orang sendiri atau orang asing? Ya orang asing sebetulnya,"ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta.
Dengan penghapusan tersebut, Ahok sadar akan berdampak turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI pada 2017 nanti.
"Makanya mulai tahun 2017 PAD pasti akan berkurang. Ya dong, kalau PBB kamu potong ya akan berkurang, maka dalam 2017 saya mulai meminta cara penyusunan anggaran versi baru lagi," ungkap Ahok.
Penghapusan PBB Rumah Hingga Rp 1 Miliar Dapat Sambutan Positif Pengembang
Keputusan Ahok untuk menghapus Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tersebut pun disambut positif para pengembang perumahan. Bagi Real Estate Indonesia (REI), langkah Ahok ini sangat mengejutkan.
"Lumayan mengejutkan Gubernur yang sama (Ahok) pernah menaikkan tarif PBB sampai 200 persen, tapi sekarang akan menghapus PBB di Jakarta. "Kami senang PBB dihapuskan, dan kami sangat berharap Ahok konsisten menjalannya," harap Amran," ungkap Ketua DPD REI DKI Jakarta, Amran Nukman saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta.
Demikian pula diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Eddy Ganefo. Eddy mengapresiasi kebijakan Ahok yang berani membebaskan PBB di Ibukota.
"Waktu itu kan memang sudah ada rencana dari Menteri Agraria dan Tata Ruang, kami sudah mendukung sekali sejak awal. Tapi Kepala Daerah justru protes. Jika benar-benar merealisasikannya, Pak Ahok bisa jadi contoh buat Kepala Daerah yang lain," jelasnya.
Menurut Eddy, protes Kepala Daerah yang sempat diutarakan karena wacana kebijakan ini sebelumnya lebih didasarkan pada kekhawatiran hilangnya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebab, penerimaan PBB selama ini merupakan tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Sebab PBB adalah sumber pendapatan daerah, makanya Kepala Daerah banyak yang protes PBB mau dihapus. Mungkin APBD DKI Jakarta sudah surplus jadi muncul lagi kebijakan ini," terang dia.
Advertisement
Anies Baswedan Kembali Pungut PBB Rumah dengan NJOP Hingga Rp 1 Miliar
Setelah 3 tahun berjalan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya kembali memberlakukan kewajiban pembayaran PBB rumah dengan NJOP hingga Rp 1 miliar tersebut. Hal tersebut dilakukan dengan merevisi Pergub Nomor 259 Tahun 2015 dan menggantinya dengan Pergub Nomor 38 Tahun 2019 tentang Pembebasan PBB-PP.
Dalam dalam Pasal 4A Pergub 38 menyebutkan, pembebasan PBB hanya berlaku sampai 31 Desember 2019.
Yang penting pada tahun 2019 itu tetap dibebaskan. Itu dulu yang penting," kata Anies di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2019).
Pihaknya tengah mendata kembali objek-objek pajak yang ada di Jakarta. Sebab, Anies Baswedan menilai terdapat sejumlah objek pajak yang dibebaskan tidak sesuai dengan semestinya.
"Termasuk tempat-tempat yang disebut sebagai rumah tinggal, tetapi dalam praktiknya kegiatan komersial itu terjadi, kos-kosan, warung," jelasnya.