Saksi Ahli: OTT Romi Legal 

Saksi ahli hukum pidana Mahmud Mulyadi menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak harus diartikan spontan atau dadakan.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mei 2019, 07:55 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2019, 07:55 WIB
Romi
Eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Romi menjalani pemeriksaan di KPK. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Saksi ahli hukum pidana Mahmud Mulyadi menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak harus diartikan spontan atau dadakan. Menurutnya, OTT juga bisa dilakukan dengan direncanakan.

"Rencana itu menurut saya jangan diartikan dipahami tertangkap tangan itu bukan hak dia, spontanitas. Bisa saja spontan tapi juga dapat direncanakan," kata Mahmud di persidangan Praperadilan Romahurmuziy alias Romi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).

Mahmud mengatakan, penyelidik bisa melakukan rangkaian penyelidikan untuk mencari tindak pidana. Ia menilai, bukti permulaan bisa diperkuat dengan OTT dan bisa langsung memenuhi syarat untuk diproses langsung ke tahap penyidikan. Hal itu mengacu kepada pasal 18 KUHAP.

"Berarti sebelum tertangkap tangan itu bukti permulaan belum sempurna. Pasti kan tertangkap tangan maka dia memenuhi syarat dibawa kepada penyidik untuk mengakumulasi, menilai mengidentifikasi barang bukti alat bukti terpenuhi atau tidak," kata Mahmud.

Sebelumnya, salah satunya pengacara Romi, Maqdir Ismail menuding penyidik KPK melakukan tindakan ilegal karena menyadap dan merekam pembicaraan tanpa didasari surat perintah penyelidikan.

Selain itu, Maqdir menilai KPK tidak berwenang untuk penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi Romi karena nilai kerugian kurang dari satu miliar.

Diketahui berdasarkan SURAT TANDA PENERIMAAN UANG/BARANG No. STPD.EK 226/22/03/2019 Tangal 15 Maret 2019, yang dibuat dan ditanda tangani oleh Penyelidik KPK uang yang dianggap berasal dari Muhammaf Muafaq Wirahadi jumlahnya Rp 50.000.000.

 

Tim Romi Sebut Tak Rugikan Negara

Maqdir juga menganggap, pasal yang disangkakan ke kliennya tidak sesuai lantaran perbuatan menerima hadiah atau janji tidak mengakibatkan timbulnya kerugian negara, dan perbuatan tersebut tidak berhubungan dengan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan.

"Dengan demikian apa yang diduga dilakukan oleh Pemohon (Romi) tidaklah menyebabkan kerugian keuangan negara, sehingga kualifikasi dari Pasal 11 huruf c UndangUndang KPK pun tidak terpenuhi," terang dia.

Atas dasar itu, Maqdir meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seutuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya