Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 pada 28 Juni. Guru Besar UIN Syarief Hidayatullah, Azyumardi Azra meminta agar tidak ada pengerahan massa saat sidang putusan digelar.
"Tidak perlu lagi memobilisasi massa untuk unjuk rasa yang bisa menimbulkan kegaduhan dan kekerasan. Rakyat sudah lelah dengan kegaduhan politik, apalagi dengan membawa agama," kata dia menanggapi rencana aksi alum 212 saat sidang putusan MK, seperti dikutip dari Antara, Senin (24/6/2019).
Azyumardi meminta semua pihak agar menunggu keputusan MK dengan tenang. Ia pun menduga Aksi 212 itu bukan agenda halalbihalal, namun lebih bertujuan untuk kepentingan politik tertentu.
Advertisement
"Aksi massa itu, bukan halalbihalal atau silaturahmi. Sebaiknya berhenti memelintir istilah-istilah acara keagamaan untuk politik dan kekuasaan," kata cendekiawan muslim ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Imbauan Polri
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengimbau agar tidak ada pengerahan massa ke Gedung Mahkamah Konstitusi saat sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK dilaksanakan.
"Polri mengimbau untuk tidak melakukan mobilisasi massa ke MK," kata Dedi.
Hal itu karena menurut dia, bisa mengganggu proses jalannya sidang perselisihan Pemilu di MK yang waktunya terbatas.
Menurut dia, pelarangan ini untuk mencegah terjadinya kericuhan yang berujung korban seperti pada peristiwa 21-22 Mei 2019.
Pihaknya pun memberikan alternatif dengan mengizinkan elemen masyarakat yang hendak berunjuk rasa atau menyampaikan aspirasi agar dilaksanakan di area sekitar Patung Arjuna Wiwaha, yang letaknya di persimpangan Jalan MH Thamrin dan Jalan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Advertisement