Jakarta - Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) telah menerima berkas 22 pendaftar. Mereka datang dari beragam latar belakang.
“Hingga saat ini setahu saya masih 22 orang. Tapi detailnya saya tidak tahu,” kata anggota Pansel Capim KPK Hendardi, Jakarta, Minggu 23 Juni 2019.
Baca Juga
Menurut dia, pihaknya masih menerima berkas pendaftaran pimpinan lembaga antirasuah hingga 4 Juli 2019 mendatang. "Nanti di hari terakhir akan banyak yang daftar," ucap Hendardi.
Advertisement
Direktur Eksekutif SETARA Institute itu berpendapat, dalam pencarian capim KPKperiode 2019-2023, pansel harus fokus pada calon yang betul-betul paham terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mengingat, lanjut dia, hal tersebut masih menjadi kekurangan pada periode pimpinan saat ini.
Fakta itu merujuk pada data penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW). Dari data itu disebutkan bahwa hanya 15 kasus yang dikenakan pasal TPPU dari 300 kasus yang sebetulnya bisa dikenakan TPPU. Sebagai contoh, kasus e-KTP yang menurut dia seharusnya dapat diusut juga menggunakan pasal TPPU karena dugaan korupsi itu dilakukan pada 2009.
"Itu kan berarti uang hasil korupsi sudah ke mana-mana. Bahkan dalam dakwaan dua orang yang pertama ada loh daftar penerimanya. Itu harusnya kena TPPU dan KPK sejak awal seharusnya memang sudah menerapkan pasal TPPU," ujar Hendardi soal capim KPK.
Rekam Jejak
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, rekam jejak calon pimpinan KPK harus menjadi catatan serius. Pansel diminta melakukan seleksi ketat tanpa kompromi.
“Itu salah satu catatan serius yang rasanya harus dipertimbangkan matang-matang oleh Pansel dalam menjaring calon pimpinan KPK,” ujar Kurnia.
Namun, belakangan justru masif isu terkait syarat dan prasyarat menjadi capim KPK seolah hanya boleh dari seseorang yang berlatar belakang aparat penegak hukum. Padahal, isu tersebut tidak benar adanya.
“Tidak ada kewajiban dalam peraturan perundang-undangan manapun yang menyebutkan bahwa pimpinan KPK mesti berasal dari instansi penegak hukum tertentu,” tegas Kurnia.
Menurut dia, berdasarkan peraturan KPK disebutkan, bahwa calon pimpinan KPK tidak boleh berasal dari instansi mana pun. Dengan kata lain, calon harus mundur jika ingin mendaftar sebagai pimpinan KPK.
“Ini penting, mengingat Pasal 3 UU KPK telah secara gamblang menyebutkan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun,” tukasnya.
Ikuti berita Jawapos lainnya di sini
Advertisement