Liputan6.com, Jakarta - Sebagian demonstran, yang menggelar aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis 27 Juni 2019, balik kanan dengan berlinang air mata.
Ada yang terlihat mengusap mata yang basah dengan telapak tangan atau lengan baju. Lainnya tampak menutupi wajah dengan syal. Semua muram. Tak ada yang mau diajak bicara, apalagi diwawancara.
Para demonstran yang terpusat di Jalan Medan Merdeka Barat, dekat Patung Kuda, memutuskan bubar jalan sekitar pukul 17.00 WIB. Mereka pesimistis MK bakal mengabulkan gugatan Prabowo-Sandiaga.
Advertisement
"Saat mendengarkan apa yang disampaikan hakim MK, jelas sudah permohonan Prabowo-Sandiaga ditolak. Tapi ini baru satu episode dari perjalanan panjang. Saya mohon Ibu, Bapak mundur teratur," ujar koordinator aksi Abdullah Hahemahua, Jakarta (27/6/2019).
Sekitar empat jam kemudian, pada pukul 21.15 WIB, majelis hakim Mahkamah Konstitusi membacakan putusannya. Yang intinya, menolak seluruh gugatan Pilpres 2019 yang diajukan pasangan calon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.Â
"Menolak seluruh permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan putusan, Kamis, 27 Juni 2019.Â
Dalam putusannya, MK menegaskan lembaganya punya kewenangan untuk mengadili permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pihak Pemohon, yakni Prabowo-Sandi.Â
"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara a quo," ujar Hakim Konstitusi lainnya, Aswanto.Â
Keputusan MK menguatkan kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019, yang sebelumnya dinyatakan unggul berdasarkan perhitungan suara KPU.
Jokowi langsung merespons putusan MK tersebut. Dia mengajak seluruh rakyat menghormati itu dan bersama memajukan bangsa.
"Tidak ada lagi 01 atau 02. Yang ada hanya persatuan Indonesia," tegas Jokowi di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Meski berbeda pilihan saat pilpres, Jokowi menegaskan, dia dan Ma'ruf Amin akan menjadi presiden dan wakil presiden untuk seluruh rakyat Indonesia.
"Saya yakin, semuanya punya semangat sama untuk menjadikan Indonesia maju. Membangun Indonesia maju dan unggul, serta membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia," ujarnya.
Memuji Sikap Prabowo
Jokowi juga memuji sikap Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Menurut dia, mantan rivalnya itu memiliki visi yang sama dalam membangun Indonesia.
Selain itu, Jokowi juga mengucapkan terima kasih kepada rakyat Indonesia yang sudah mengikuti proses pesta demokrasi lima tahunan, hingga putusan MK dibacakan Kamis malam.Â
"Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia, sehingga kami dapat menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya," ucap Jokowi.Â
Di tempat terpisah, calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyatakan sikap. Dia meminta kepada seluruh pendukungnya untuk tidak berkecil hati dalam menerima hasil putusan sengketa hasil Pilpres 2019.
"Saya minta seluruh pendukung tidak berkecil hati," kata Prabowo di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Dia juga mengimbau kepada seluruh pendukungnya untuk tetap tenang dan selalu berjuang tanpa kekerasan.
"Kita harus tetap tenang. Dengan cita-cita mulia, tapi selalu dalam kerangka damai dan antikekerasan," ucap Prabowo.
Dia menambahkan, meski ditolak MK, pihaknya masih akan mengupayakan langkah hukum lainnya.
"Setelah ini kami akan berkonsentrasi dengan tim hukum kami untuk meminta saran, apakah masih ada upaya hukum dan langkah konstitusional lainnya," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan, dirinya dan Sandiaga juga akan mengundang seluruh partai anggota Koalisi Adil-Makmur untuk menentukan langkah ke depan.
"Dan tentu kami akan mengundang relawan yang sudah sangat keras berjuang," ujar Prabowo.
Akhir kata, mantan Panglima Kostrad ini meminta para pendukungnya menghormati putusan MK.
"Saya minta pendukung Prabowo-Sandi tidak boleh kecil hati, tetap tegar, tetap tenang, tetap penuh dengan cita-cita mulia dalam kerangka antikekerasan dan setia pada konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar 1945," kata Prabowo.
Secara terpisah, koordinator Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Bambang Widjojanto (BW) mengaku kecewa dengan putusan MK. Dia menilai majelis konstitusi tidak melakukan judicial activism atau aktivisme yudisial dalam membuktikan dalil permohonan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif atau TSM yang diajukannya.
Sebab, bila hal itu dilakukan, BW mengaku percaya apa yang disengketakan dapat terbukti.
"Ada problem paradigmatik lain sebenarnya. Misalnya, kami mendalilkan di dalam salah satu TSM ada money politics, tapi mahkamah tidak melakukan judicial activism secara paripurna, yang sebenarnya itu bisa dilakukan," ujar BW di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
BW mengakui, jika dalil permohonan diajukan tidak merumuskan dugaan kecurangan TSM dengan detail. Seperti dugaan politik uang, menurut mantan wakil ketua KPK itu, sebenarnya hal itu bisa diungkap mahkamah jika para hakim mau melakukan judicial activism.
"Maka indikasi vote buying yang kami kemukakan itu tidak dianalisis secara jauh. Kalau judicial activism dipakai secara paripurna, maka tidak perlu harus ada definisi disebut money politics untuk menjustifikasi vote buying," singgung BW.
Hanya, diakui BW, judicial activism memang menjadi kewenangan majelis untuk menentukan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Koalisi Atau Negosiasi?
Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong mengajak semua pihak bekerja sama membangun bangsa dan menjaga suasana damai usai putusan sengketa pilpres di MK.
"MK sudah membacakan putusan. Apa pun itu, kita harus menerima karena keputusan tersebut bersifat final dan mengikat," ucapnya kepada Liputan6.com, Kamis (27/62019).
Pihaknya ingin pasca-putusan MK ini, segera ditemukan titik temu antara Jokowi dan Prabowo demi kebaikan bangsa.
"Kita sejak awal ingin Pak Jokowi dan Pak Prabowo bertemu karena itu akan menjadi simbol. Itu akan diikuti pendukung di bawah," ujarnya.
Dia berharap, pertemuan bisa segera berlangsung usai MK membacakan putusan sengketa hasil Pilpres.
"Bila perlu besok, bila perlu ya. Tapi persoalannya Pak Jokowi akan berangkat ke Osaka malam ini, ada G20. Mungkin ya setelah tiba di Tanah Air bisa kita lakukan pertemuan. Atau sebelum berangkat, bisa saja ketemu di Halim, misalnya," tambah dia.Â
Jokowi, kata Usman, jauh hari sebelum putusan MK sudah mengatakan keinginannya untuk bertemu Prabowo. Hal itu ditegaskan capres petahana itu dengan cara mengirim utusan langsung.
"Kita juga lobi-lobi, TKN dengan BPN sudah bertemu. Sudah ada semacam kesepahaman bahwa setelah ini, yuk kita rekonsiliasi," tambahnya.
Seruan serupa dilontarkan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding.Â
"Keputusan MK sudah dibacakan. Mari kita terima," ucapnya, Kamis (27/6/2019).
Menurutnya, tidak ada alasan menolak putusan MK. Sebab, hakim yang ada di lembaga konstitusi tersebut adalah orang-orang independen, profesional dan berintegritas.
"MK ini dipilih oleh kita, institusinya dibentuk oleh kita lewat Undang-Undang Dasar. Jadi, kalau tidak dipercaya, siapa lagi yang akan mengatur negara ini, terutama dalam konteks hukum," ujar Karding.
Karding pun mengajak para pihak yang berseteru untuk bergandeng tangan membangun bangsa ke depan. Menurutnya, tujuan semua pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini adalah bagaimana kesejahteraan dan keadilan rakyat tercapai.
"Dan itu hanya bisa dilakukan dengan bergandengan tangan bersama-sama, apakah berfungsi sebagai koalisi atau oposisi," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengaku, ia sepakat soal harus perbaikan bersama untuk kehidupan sosial bernegara usai Pilpres 2019. Hanya, untuk melakukan hal tersebut tidak berarti harus berkoalisi dengan pemerintah.
"Koalisi pemerintah dan oposisi harus seimbang dalam lembaga legislatif," kata Mardani di Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Menurutnya, dalam sebuah negara yang sehat perlu demokrasi yang sehat. Salah satunya dengan menyeimbangkan jumlah koalisi pemerintah dan oposisi.
"Check and balance lebih penting agar kebijakan pemerintah bisa tepat sasaran dan pro-rakyat yang totalnya 260 juta, bukan kepada pemilihnya saja," ungkapnya.
PKS sendiri, tambah Mardani, dari awal menegaskan akan tetap berada di barisan opisisi, yakni Koalisi Adil Makmur yang mendukung Prabowo-Sandiaga.
"PKS akan istiqamah bersama Koalisi Indonesia Adil Makmur apapun keputusan MK," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali bersatu usai putusan MK. Dia pun mengucapkan selamat kepada Jokowi-Ma'ruf usai MK menyatakan menolak seluruh gugatan yang diajukan Prabowo-Sandiaga.
"Selamat ya Kangmas Joko Widodo yang terpilih kembali dalam Pilpres 2019 secara demokratis. Selamat bekerja dan tuntaskan janji-janji kampanye Kangmas untuk rakyat," ucap Arief dalam keterangannya, Kamis (27/6/2019).
Dia menuturkan, ini adalah kemenangan Indonesia. Dan dia mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali bersatu.
"Hati kita Indonesia pemenangnya adalah Indonesia. Mari bersatu kembali membangun bangsa dan negara. Kita punya hati ya sama. Hatiku, hatimu, Indonesia," ungkap Arief.
Advertisement
'Dagelan'
Analis politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menyatakan, keputusan MK harus menjadi pemungkas seteru kedua kubu, Jokowi dan Prabowo. Ke depan, keduanya harus bersatu demi kehidupan bernegara yang lebih baik. Â
Hanya, diakuinya, hal tersebut tidak bisa berjalan dengan sendirinya. Momentum untuk memperbaiki kehidupan sosial bernegara sangat tergantung pada sikap Prabowo-Sandiaga.
"Jika Prabowo-Sandiaga menerima, maka proses rekonsiliasi untuk perbaikan sosial dan bernegara akan bisa langsung dimulai," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (27/6/2019).
Tak hanya itu, menurut dia, suasana akan semakin adem jika mereka mengucapkan selamat kepada Jokowi-Ma'ruf Amin dan mengajak seluruh pendukungnya untuk mendukung pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan.
"Jika itu dilakukan, maka Jokowi akan lebih pantas untuk merangkul Prabowo-Sandiaga. Secara simbolik, itu bisa dilakukan melalui kunjungan informal ke rumah Prabowo," ujarnya.
Yang lebih strategis, sambungnya, setelah keputusan MK, Jokowi sampaikan ajakan ke Prabowo untuk bersama-sama memperkuat Indonesia dan menjaga persatuan bangsa.
"Akan lebih elegan jika Jokowi bersikap lebih empatis kepada sebagian warga yang tetap menolak keputusan MK," katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno menyatakan, putusan MK harus menjadi momentum rekonsiliasi kedua kubu yang berseteru selama ini.
"Tak ada pilihan lain. Keduanya harus bikin pidato kenegaraan bahwa pemilu sudah usai saatnya merajut kebersamaan kembali. Membangun bangsa bersama-sama," ujarnya.
"Yang kalah mengucapkan selamat ke yang menang. Yang menang siap mengemban amanah dan berdiri di atas semua golongan," sambungnya.
Adi menyatakan, perbaikan kehidupan sosial dan bernegara hanya akan bisa dilakukan jika ada niat tulus dan ikhlas dari kedua kubu untuk mengakhiri konfrontasi dan persaingan.
"Fondasinya adalah keikhlasan untuk kembali seiring seirama. Sementata power sharing dan lainnya semata bonus politik biasa, bukan yang utama," jelasnya.
Dia menyatakan, bukan tidak mungkin Partai Gerindra sebagai motor utama koalisi pendukung Prabowo-Sandi merapat ke Jokowi.
"Itu perkara lumrah. Problemnya, politik kita jadinya serba lucu, macam dagelan politik. Rakyat terbelah ekstrem sementara elite malah bagi-bagi kekuasaan. Ini akan menjadi kabar buruk bagi oposisi," katanya.
Terpisah, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta semua pihak menghormati yang sudah diputuskan MK. Sebab, kedua pasang capres-cawapres dari awal sudah sepakat untuk menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme hukum.
"Semua pihak harus menghormati dan melaksanakan keputusan ini agar tidak terjadi kekisruhan kembali," kata Bamsoet, Jakarta, Kamis (27/6/2019).
Dia juga berharap masyarakat tidak terprovokasi. Serta selalu menjaga suasana kondusif. "Sudah saatnya kita bergandengan tangan merajut kembali rasa kebangsaan kita membangun bangsa ini. Kalau tetap ribut yang dirugikan adalah masyarakat," ungkapnya.
Bamsoet menilai pihak yang aksi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) egois. Sebab, mereka tidak memikirkan masyarakat lainnya yang beraktivitas.
"Artinya mereka memiliki agenda-agenda tertentu yang memang sengaja memancing kekisruhan," ucapnya.