Liputan6.com, Palembang - Polresta Palembang mengembalikan berkas perkara dugaan tindak pidana pemilu yang menjerat lima komisioner KPU Palembang ke kejaksaan negeri setempat. Penyerahan ini dilakukan setelah penyidik melengkapi kembali berkas tersebut.
"Kemarin Kejaksaan Negeri Palembang mengembalikan berkas dan meminta kami melengkapi, hari ini sudah kami lengkapi dan telah kami serahkan kembali ke kejaksaan, semoga bisa berlanjut ke tahap berikutnya," kata penyidik Sentra Gakkumdu Polresta Palembang, Iptu Hamsal, seperti dilansir Antara, Kamis 27 Juni 2019.
Advertisement
Sebelumnya, Kejari Palembang mengembalikan berkas lima komisioner KPU Palembang pada Senin lalu karena dinyatakan tidak lengkap setelah tiga hari diperiksa ulang.
"Berkas kami kembalikan lagi ke penyidik Polresta Palembang untuk dilengkapi, jika sudah lengkap akan kami cek lagi sampai dipastikan bisa dilimpahkan ke pengadilan," ujar Kasi Pidum Kejari Palembang, Yuliyati Ningsih.
Jika nantinya lengkap, selain menyerahkan berkas, penyidik juga harus membawa kelima komisioner KPU yang menjadi tersangka dalam dugaan tersebut. Juga kelengkapan seluruh barang bukti sebelum dilimpahkan ke pengadilan negeri.
"Proses hukum kasus ini harus cepat, waktu sidang hanya berlangsung selama tujuh hari termasuk inkrah,” kata Yulianti.
Pada 11 Juni 2019 lalu, Polresta Palembang menetapkan ketua dan empat komisioner KPU Palembang sebagai tersangka. Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah polisi memeriksa 20 saksi berdasarkan laporan Bawaslu Palembang.
Pada kasus tersebut lima Komisioner KPU Palembang diduga telah menghilangkan hak suara pemilih karena hanya melaksanakan Pemilihan Suara Lanjutan (PSL) di 13 TPS atau tidak sesuai rekomendasi Bawaslu.
Penjelasan KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Selatan menilai ada kejanggalan terkait penetapan status tersangka terhadap ketua dan empat Komisioner KPU Kota Palembang, mengingat kasusnya dianggap tak cukup unsur, seperti dilansir Antara.
Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan Hepriyadi, di Palembang, Sabtu, mengatakan bahwa dugaan pihak kepolisian yang menyebut KPU Palembang tidak melaksanakan pemungutan suara lanjutan (PSL) sehingga menyebabkan warga kehilangan hak suara adalah tidak tepat.
"Bawaslu mengusulkan PSL di 60 TPS, lalu diputuskan KPU Palembang 15 TPS, 45 sisanya tidak dilaksanakan karena memenuhi syarat, maka putusan itu sesuai prosedur penyelenggaraan pemilu, jadi tidak ada niat menghilangkan hak suara," ujar Hepriyadi, usai diperiksa sebagai saksi meringankan dalam kasus itu, selama sembilan jam.
Menurut Hepriyadi, PSL dilaksanakan jika TPS bersangkutan mengusulkan diri, ada pun jika usulan tersebut rekomendasi Bawaslu maka KPU Palembang menjadikannya pertimbangan mengenai kelengkapan syarat, tidak ada kewajiban untuk diikuti.
PSL tidak dilaksanakan di TPS yang direkomendasi Bawaslu karena masyarakat di TPS tersebut enggan memilih lagi atau memang sudah selesai mencoblos meskipun hanya separuh dari DPT.
Dengan demikian pelaksanaan PSL sebetulnya bukan kehendak KPU sendiri, kata dia, sehingga unsur peradilan tidak cukup dan pihaknya akan membela Ketua serta Komisioner KPU Palembang dengan mengawal kasus tersebut.
"Ini namanya proses hukum dan kami hargai, tentu Polresta Palembang punya keyakinan melalui dua alat bukti, namun kami akan membela serta mendukung KPU Palembang," ujarnya pula dilansir Antara.
Ia juga menegaskan kasus tersebut tidak mengubah hasil pemilu, dan pihaknya memandang status tersangka KPU Palembang adalah risiko pemilu sebagai penyelenggara.
"Semoga Allah menunjukkan mana yang benar dan salah," kata Hepriyadi.
Advertisement