4 Hal tentang Dugaan Napi Jadi Gay dan Lesbi di Jabar

Bukan hanya dikarenakan over kapasitas, perilaku seks penyuka sesama jenis juga disebabkan oleh masa tahanan yang lama dari sebagian napi.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 10 Jul 2019, 16:24 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2019, 16:24 WIB
Ilustrasi Napi di Penjara
Kehidupan napi di penjara seperti alam liar

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Liberti Sitinjak mengakui, daya tampung setiap sel sudah tidak ideal. Dampaknya ke orientasi seksual narapidana atau napi.

Hal itu dikarenakan, jumlah warga binaan atau napi yang melebihi kapasitas rutan serta lembaga pemasyarakatan. Penyimpangan tersebut disebabkan oleh kebutuhan biologisnya yang tak tersalurkan.

Data Kemenkumham Kanwil Jabar di wilayah Jawa Barat menyebutkan, terdapat 40 unit pelayanan teknis (UPT) pemasyarakatan yang terdiri dari 32 lapas dan rutan, satu LPKA, empat bapas dan tiga rupbasan.

Sementara, ada 23.861 orang yang saat ini mendekam di rutan dan lapas. Mereka terdiri dari 4.587 tahanan dan berstatus napisebanyak 19.274 orang.

Dari jumlah itu, yang terjerat kasus pidana umum sebanyak 11.775 orang, sedangkan untuk jenis pidana khusus 12.086 orang.

Bukan hanya dikarenakan over kapasitas, perilaku seks penyuka sesama jenis juga disebabkan oleh masa tahanan yang lama dari sebagian napi di sana.

Berikut 4 hal tentang adanya dugaan penyimpangan seksual napi di LP wilayah Jabar dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

1. Kebutuhan Biologis Tak Tersalurkan

Rusuh di Penjara Guyana, 16 Napi Tewas
Ilustrasi penjara Guyana (AFP)

Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Liberti Sitinjak mengakui, daya tampung setiap sel sudah tidak ideal. Dampaknya ke orientasi seksual napi.

"Dampaknya munculnya homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti usai acara pembekalan terhadap petugas di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin, 8 Juli 2019.

"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimana seseorang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kan kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada," lanjut dia.

Meski demikian, Liberti mengaku tidak bisa menyebutkan lokasi lapas dan jumlah napi yang orientasi seksualnya berubah.

"Tidak etis kalau saya buka," lanjutnya.

 

2. Takut Menular

44 Napi Lapas Kelas I Tangerang Terima Remisi Natal
Ilustrasi narapidana.

Liberti juga mengatakan, hal yang dikhawatirkan adalah bisa menular tak hanya antarnapi. Kapasitas berlebih ini pun bisa mempengaruhi pada kualitas kesehatan penghuni dan petugas lapas.

"Pengamatan saya, homoseksual ini jadi menular dan ini kerja besar kami bagaimana mengatasi dampak-dampak dari over kapasitas ini," kata Liberti.

"Dengan kondisi seperti ini, pembinaan juga tidak efektif," ucapnya.

 

3. Over Kapasitas

Ilustrasi Napi di Penjara
Ilustrasi Napi di Penjara

Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas), Ade Kusmanto, membenarkan, perilaku seks menyimpang di kalangan napi diakibatkan oleh berlebihannya napi yang menghuni lapas-lapas di wilayah Jawa Barat.

Dia mengungkapkan, kelebihan kapasitas lapas bukan hanya menyebabkan penyimpangan orientasi seksual. Hal ini juga menyebabkan berbagai tindak pidana.

"Overcrowded lapas dan rutan menimbulkan pelbagai permasalahan baru seperti perkelahian massal mengakibatkan kerusuhan, peredaran narkoba, penularan penyakit menular, dan bahkan penyimpangan seksual," tutur Ade saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2019.

Saat ini, kata Ade, lapas di Jabar hanya mampu menampung napi sebanyak 15 ribu saja. Namun faktanya, jumlah napi di sana mencapai 23 ribu jiwa.

"Over kapasitas kurang lebih 52 persen," ujarnya.

Bukan hanya dikarenakan over kapasitas, perilaku seks penyuka sesama jenis juga disebabkan oleh masa tahanan yang lama dari sebagian napi di sana.

"Munculnya permasalahan disorientasi seksual narapidana karena akibat hukuman yang lama, sementara kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi didalam lapas atau rutan," jelas Ade.

 

4. Perlu Bilik Asmara

Polsuspas di salah satu Lapas Nusakambangan berjaga di gerbang berjeruji besi blok napi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Polsuspas di salah satu Lapas Nusakambangan berjaga di gerbang berjeruji besi blok napi. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Ade juga menilai perlu adanya pengkajian mengenai bilik asmara di lembaga pemasyarakatan (lapas). Ia menilai hal itu perlu dilakukan kajian secara mendalam supaya tidak menjadi solusi yang responsif semata.

"Perlu dikaji dulu, baik dari pandangan hukum, sosial, budaya , keamanan dan ketertiban," kata Ade.

Menurut dia, saat ini tidak ada aturan hukum yang mengatur mengenai pengadaan bilik asmara untuk narapidana di lapas.

"Tidak ada, karena belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut," kata Ade.

Ade juga menerangkan bahwa prilaku seks menyimpang di kalangan napi tersebut diakibatkan oleh berlebihannya napi yang menghuni lapas-lapas di wilayah Jawa Barat.

Bukan hanya prilaku Lesbian Gay Transgender dan Biseksual (LGBT) saja, kelebihan kapasitas napi, kata Ade juga menyebabkan berbagai tindak pidana.

"Overcrowded lapas dan rutan menimbulkan pelbagai permasalahan baru seperti perkelahian massal mengakibatkan kerusuhan, peredaran narkoba, penularan penyakit menular, dan bahkan penyimpangan seksual," terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya