Selain Over Kapasitas, Hal Ini Diduga Sebabkan Napi Jadi Gay atau Lesbi

Kemenkumham Kanwil Jabar menemukan banyak napi dan tahanan yang mengalami penyimpangan orientasi seksual akibat ruang tahanan yang sudah melebihi kapasitas.

oleh Yopi Makdori diperbarui 09 Jul 2019, 14:26 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 14:26 WIB
Ilustrasi penjara (AFP)
Ilustrasi penjara (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Kemenkumham Kanwil Jabar menemukan banyak napi dan tahanan yang mengalami penyimpangan orientasi seksual akibat ruang tahanan yang sudah melebihi kapasitas.

Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas), Ade Kusmanto, membenarkan, perilaku seks menyimpang di kalangan napi diakibatkan oleh berlebihannya napi yang menghuni lapas-lapas di wilayah Jawa Barat. Dia mengungkapkan, kelebihan kapasitas lapas bukan hanya menyebabkan penyimpangan orientasi seksual. Hal ini juga menyebabkan berbagai tindak pidana.

"Overcrowded lapas dan rutan menimbulkan pelbagai permasalahan baru seperti perkelahian massal mengakibatkan kerusuhan, peredaran narkoba, penularan penyakit menular, dan bahkan penyimpangan seksual," tutur Ade saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Saat ini, kata Ade, lapas di Jabar hanya mampu menampung napi sebanyak 15 ribu saja. Namun faktanya, jumlah napi di sana mencapai 23 ribu jiwa.

"Over kapasitas kurang lebih 52 persen," ujarnya.

Bukan hanya dikarenakan over kapasitas, perilaku seks penyuka sesama jenis juga disebabkan oleh masa tahanan yang lama dari sebagian napi di sana.

"Munculnya permasalahan disorientasi seksual narapidana karena akibat hukuman yang lama, sementara kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi didalam lapas /rutan," jelas Ade.

 

Solusi

Rusuh di Penjara Guyana, 16 Napi Tewas
Ilustrasi penjara Guyana (AFP)

 

Namun begitu, Ade menyampaikan bahwa pihak Ditjen Pas telah berupaya menanggulangi hal itu dengan berbagai pembinaan. Mulai dari pembinaan yang bersifat rohani hingga ragawi, seperti pembinaan kesehatan.

"Telah mengantisipasi melalui pemberian pembinaan kepribadian, melalui pembinaan keagamaan, penyuluhan hukum dan penyuluhan kesehatan serta pembinaan kemandirian dengan pemberian keterampilan kepada narapidana," terang Ade.

Termasuk adanya bilik asmara. Ade menilai perlu adanya pengkajian mengenai bilik asmara di lembaga pemasyarakatan (lapas). Kajian itu, kata dia, perlu dilakukan secara mendalam supaya tidak menjadi solusi yang responsif semata.

"Perlu dikaji dulu baik dari pandangan hukum, sosial, budaya, keamanan dan ketertiban," kata Ade.

Menurut dia, saat ini, tidak ada aturan hukum yang mengatur mengenai pengadaan bilik asmara di lapas.

"Tidak ada karena belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut," kata Ade.

Sebelumnya, jumlah warga binaan yang melebihi kapasitas rutan serta lembaga pemasyarakatan menyebabkan penyimpangan orientasi seksual sejumlah napi dan tahanan. Penyimpangan ini disebabkan oleh kebutuhan biologisnya yang tak tersalurkan.

Data Kemenkumham Kanwil Jabar di wilayah Jawa Barat menyebutkan, terdapat 40 unit pelayanan teknis (UPT) pemasyarakatan yang terdiri dari 32 lapas dan rutan, satu LPKA, empat bapas dan tiga rupbasan.

Sementara, ada 23.861 orang yang saat ini mendekam di rutan dan lapas. Mereka terdiri dari 4.587 tahanan dan berstatus napisebanyak 19.274 orang.Dari jumlah itu, yang terjerat kasus pidana umum sebanyak 11.775 orang, sedangkan untuk jenis pidana khusus 12.086 orang.Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, Liberti Sitinjak mengakui, daya tampung setiap sel sudah tidak ideal. Dampaknya ke orientasi seksual napi.

"Dampaknya munculnya homoseksualitas dan lesbi," ujar Liberti usai acara pembekalan terhadap petugas di SOR Arcamanik, Kota Bandung, Senin (8/7/2019).

"Setidaknya gejala itu ada. Bagaimana seseorang sudah berkeluarga, masuk ke lapas, otomatis kan kebutuhan biologisnya tidak tersalurkan. Jadi gejala itu ada," lanjut dia.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya