Liputan6.com, Jakarta - Penantian Ratna Sarumpaet berakhir sudah. Setelah mengikuti persidangan sejak Kamis siang, akhirnya dia mendapat kepastian setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis. Ratna dinyatakan terbukti bersalah, sesuai Pasal 14 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1947 karena kebohongan yang dia buat menimbulkan keonaran.
"Menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet telah terbukti secara sah bersalah menyebar pemberitaan bohong. Menjatuhkan terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun," kata hakim anggota Joni saat membacakan vonis di PN Jakarta Selatan, Kamis (11/9/2019) petang.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan JPU, yakni enam tahun penjara. Usai palu vonis diketok, Ratna Sarumpaet tidak berkomentar dari kursinya. Tim pengacaranya menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim. Pun dengan jaksa yang menyatakan pikir pikir.
Advertisement
Setelah sidang vonis ditutup majelis hakim, Ratna Sarumpaet yang mengenakan baju warna putih langsung berdiri menyalami majelis hakim. Ratna juga menghampiri jaksa penuntut umum.
Kendati divonis bersalah, Ratna Sarumpaet merasa tetap yakin perbuatannya bukanlah keonaran, dia mengaku sejak awal kasusnya adalah politik.
"Jadi gini ya, karena dia eksplisit menyatakan saya melanggar pasal keonaran itu buat saya menjadi sinyal bahwa Indonesia masih jauh, masih harus berjuang sekuat-kuatnya untuk menjadi negara hukum yang benar," kata Ratna usai vonis.
"Kalau ada alasan lain mungkin saya lebih bisa menerima, tetapi karena di dalam logika dasar saya keonaran itu bukan seperti yang saya lakukan ya. Saya rasa memang seperti yang saya katakan di awal persidangan ini bahwa ini politik jadi saya sabar saja," sambung Ratna.
Meskipun divonis lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang 6 tahun, Ratna tetap keberatan atas vonis itu. Dia menilai unsur keonaran tidak terbukti seperti dalam dakwaan JPU, namun pertimbangan hakim menyebut ada benih-benih keonaran.
"Benih-benih itu kan bahasa yang dikamuflase sedemikian rupa. Kan hukum itu ada kepastiannya nggak bisa benih-benih kok tiba-tiba memunculkan itu. Nanti harus dibongkar lagi kamus bahasa Indonesia maksudnya," ungkap Ratna.
Sementara itu, dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan Ratna terbukti menyebarkan kebohongan yang memunculkan benih keonaran di kalangan masyarakat. Hal yang memberatkan, Ratna sebagai publik figur menurut hakim seharusnya memberikan contoh yang baik dalam berbuat dan bertindak
"Terdakwa berusaha menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya," kata hakim anggota Krisnugroho saat membacakan putusan.
Majelis hakim juga menyebut cerita bohong (hoaks) penganiayaan sengaja dibuat Ratna Sarumpaet karena punya maksud propaganda.
"Menimbang bahwa alasan terdakwa mengarang cerita itu dalam perjalanan pulang ke rumah adalah untuk menutupi kejadian sebenarnya kepada anaknya, menurut hemat majelis hakim mungkin logis dan dapat diterima," kata hakim anggota Krisnugroho membacakan analisa yuridis putusan Ratna Sarumpaet.
Namun, hakim mempertimbangkan cerita bohong yang juga disebarkan Ratna Sarumpaet kepada banyak orang.
"Tetapi juga diceritakan kepada orang-orang seperjuangan seperti tim badan pemenangan capres-cawapres, menurut hemat majelis terdakwa telah memiliki maksud tertentu untuk menarik simpati, mempengaruhi dan propaganda di mana terdakwa sebagai aktivis dan pejuang HAM mendapat perlakuan kekerasan yang tidak wajar," papar hakim anggota Krisnugroho.
Majelis hakim juga menyebut depresi Ratna Sarumpaet tak bisa jadi alasan pemaaaf terkait kasus hoaks penganiayan. Sebab Ratna Sarumpaet disebut masih bisa mengontrol apa yang dilakukan.
"Menimbang, menurut penasihat hukum terdakwa, terdakwa mengalami depresi terkontrol dan harus mengonsumsi obat, menurut hemat majelis tidak dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf. Karena terdakwa masih bisa mengontrol apa yang dilakukanannya sepanjang tetap meminum obatnya," ujar hakim anggota Krisnugroho.
Menurut majelis hakim, saat Ratna Sarumpaet menyebarkan kebohongan dengan mengirimkan foto muka lebam dan bengkak ditambah narasi penganiayaan, Ratna saat itu tetap mengonsumsi obat antidepresan.
"Dengan demikian pembelaan dari penasihat hukum terdakwa haruslah ditolak," kata hakim Krisnugroho.
Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan permintaan maaf yang disampaikan Ratna Sarumpaet dalam persidangan.
"Permintaan maaf yang disampaikan terdakwa tidak dapat menjadi alasan penghapusan tindak pidana yang dilakukan terdakwa," sambung hakim.
Sedangkan hal yang meringankan, Ratna merupakan seorang ibu rumah tangga yang berusia lanjut. "Terdakwa telah melakukan permintaan maaf secara terbuka," kata hakim.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tuntutan dan Harapan
Sebelumnya, terdakwa kasus berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet dituntut enam tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa pidana penjara selama enam tahun dikurangi masa yang telah dijalani," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Daroe Tri Sadono dalam sidang tuntutan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (28/5/2019).
Jaksa pun meminta supaya majelis memutuskan bahwa Ratna telah terbukti bersalah dalam menyiarkan berita bohong dan sengaja menerbitkan keonaran.
"Kami menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menyatakan terdakwa Ratna Sarumpaet terbukti bersalah menyiarkan berita bohong, sengaja menerbitkan keonaran," tuturnya.
Diketahui sejumlah saksi baik yang dihadirkan dari JPU dan Ratna sudah memberikan keterangannya. Sejumlah saksi-saksi itu seperti Rocky Gerung, Amien Rais, Fahri Hamzah serta saksi ahli yang berkaitan dengan perkara.
Dalam tuntutannya, jaksa membacakan hal-hal yang memberatkan hukuman Ratna seperti sebagai sosok yang berusia lanjut, intelektual dan publik figur tetapi tidak berperilaku baik. Selain itu perbuatan Ratna membuat keresahan dan kegaduhan, serta berbelit-belit dalam memberikan keterangan.
Sedangkan hal yang meringankan adalah permintaan maaf yang dilakukan Ratna. Ratna sendiri sudah memberikan keterangannya sebagai terdakwa di persidangan.
Jaksa mendakwa Ratna dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana karena dianggap telah menyebarkan berita bohong untuk membuat keonaran.
Usai tuntutan dibacakan, Ratna menilai landasan hukum tuntutan JPU tidak memiliki dasar yang kuat, sehingga terkesan dipaksakan dan mengandung unsur politis.
"Dasarnya itu tidak jelas, saya kan sudah bilang itu tidak masuk pasalnya, tetapi dipaksakan. Dari awal saya sudah ngomong, ini politik," tegas Ratna.
Sementara itu, sebelum vonis dijatuhkan, Ratna berharap hakim memutusnya tidak bersalah dan bisa langsung membebaskannya. Menurut Ratna, tak ada fakta-fakta yang membuktikan dirinya bersalah selama persidangan digelar.
"Saya berharap keadilan muncul di vonis ini, karena kalau dalam fakta-fakta persidangan yang saya lalui, saya rasa kalian juga mengikuti tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa saya bersalah secara hukum," ujar Ratna sebelum sidang di PN Jakarta Selatan digelar, Kamis (11/7/2019) pagi.
Dia berharap putusan hari ini bisa membebaskanya dari jeratan hukum.
"Bebas, aku kan sudah bilang enggak ada fakta yang menunjukkan aku bersalah secara hukum. Harapannya ya bebas dong, enggak ada faktanya," ucap dia.
Hal senada juga diungkapkan kuasa hukum Ratna, Insank Nasruddin yang mengatakan kliennya terbukti tidak menimbulkan keonaran.
"Menurut hemat kami bahwa perbuatan Ibu Ratna Sarumpaet jelas terbukti tidak menimbulkan keonaran," ujar Insank saat skors persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dia mengatakan, kata keonaran yang dirujuknya dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti suatu kerusuhan bentrokan fisik, adanya fasilitas umum yang rusak, serta harus dihentikan oleh aparat kepolisian. Menurutnya, perbuatan Ratna tidak termasuk dalam deskripsi tersebut.
"Demonstrasi dan keonaran itu dua hal yang berbeda, keonaran dengan orasi juga berbeda, tidak boleh digabungkan, berbahaya sekali logika berpikir kita kalau menggabungkan ini," ujar Insank.
Karena itu Insank optimistis bahwa kliennya akan setidaknya lepas dari segala tuntutan hukum, meski ia mengatakan masih menunggu putusan majelis hakim.
Namun, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan berkata lain dan punya pandangan sendiri soal kesalahan serta besaran hukuman untuk Ratna.
Â
Advertisement
Kronologi Kasus Ratna
Kepolisian Daerah Metro Jaya menangkap aktivis Ratna Sarumpaet pada Kamis malam, 4 Oktober 2018 di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ratna ditangkap sebelum terbang ke Santiago, Cile.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan penangkapan terhadap Ratna dilakukan karena kepolisian telah menetapkan dia sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks atau berita bohong.
Sebelum ditangkap kepolisian, hoaks mengenai penganiayaan Ratna telah menjadi perhatian publik. Sejumlah tokoh politik pun sempat melontarkan pernyataan mengenai hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. Namun belakangan Ratna mengakui bahwa dirinya telah berbohong mengenenai kabar itu. Berikut kronologi kasus hoaks Ratna Sarumpaet.
Kabar Ratna Sarumpaet dianiaya pertama kali beredar melalui Facebook. Akun yang mengunggah informasi tersebut adalah Swary Utami Dewi. Unggahan ini disertai sebuah tangkapan layar yang berisi dari aplikasi pesan WhatsApp pada 2 Oktober 2018 serta foto Ratna.
Kabar tersebut kemudian menyebar lewat Twitter melalui akun sejumlah tokoh. Salah satunya adalah Rachel Maryam.
Penganiayaan yang diterima oleh Ratna Sarumpaet kemudian mendapat respons. Salah satunya dari politikus Partai Gerindra, Rachel Maryam melalui akun twitternya di @cumarachel. Dalam cuitannya, ia membenarkan kabar penganiayaan yang diterima oleh aktivis dan seniman teater itu.
"Berita tidak keluar karena permintaan bunda @Ratnaspaet pribadi, beliau ketakutan dan trauma. Mohon doa," tulis Rachel pada 2 Oktober 2018.
Tak hanya Rachel, kabar penganiayaan tersebut juga dibenarkan oleh Juru Bicara Tim Prabowo-Sandiaga Dahnil Anzar Simanjuntak. Dalam pernyataannya, Dahnil mengatakan Ratna dikeroyok oleh orang tak dikenal dan dimasukkan ke dalam mobil.
Pengacara Ratna, Samuel Lengkey juga mengatakan hal senada. Lengkey mengatakan bahwa kabar penganiayaan itu benar tapi ia menolak memberitahukan informasi lengkapnya. "Iya benar, itu confirmed dia," ucapnya.
Konfirmasi berikutnya juga datang dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Melalui cuitan di akunnya yakni @fadlizon, Fadli menegaskan Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan dan dikeroyok dua sampai tiga orang. "Jahat dan biadab sekali," kata dia melalui cuitanya. Fadli juga mengaku telah bertemu dengan Ratna dua kali setelah mengalami penganiayaan.
Tak berhenti di situ, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus calon presiden 2019 Prabowo Subianto turut memberikan pernyataan mengenai kabar dikeroyoknya Ratna Sarumpaet pada Rabu malam, 3 Oktober 2018.
Saat itu, Prabowo sempat mengatakan bahwa tindakan terhadap Ratna adalah tindakan represif dan melanggar hak asai manusia. Prabowo bahkan ingin bertemu dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membicarakan mengenai dugaan penganiayaan yang dialami Ratna Sarumpaet di Bandung, Jawa Barat itu.
Setelah ramai pemberitaan, hoaks tersebut kemudian ditanggapi pihak kepolisian. Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, Ratna diketahui tidak dirawat di rumah sakit dan tidak melapor ke Polsek di Bandung dalam kurun waktu 28 September sampai 2 Oktober 2018.
Saat kejadian yang disebutkan pada 21 September, Ratna diketahui memang tak sedang di Bandung. Hasil penyelidikan menemukan bahwa Ratna datang ke Rumah Sakit Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat, pada 21 September 2018 sekitar pukul 17.00.
Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta mengatakan Ratna telah melakukan pemesanan pada 20 September 2018 dan tinggal hingga 24 September. Polisi juga menemukan sejumlah bukti berupa transaksi dari rekening Ratna ke klinik tersebut.
Setelah kepolisian mengelar konferensi pers menjelaskan persoalan itu, beberapa jam kemudian Ratna Sarumpaet juga ikut mengelar konferensi pers. Di sana Ratna mengaku bahwa kabar itu tak benar.
Ditangkap di Bandara
Menurut Ratna, awal dari kabar pemukulan itu sebetulnya hanya untuk berbohong kepada anaknya. Ratna yang pada 21 September 2018 mendatangi rumah sakit bedah untuk menjalani operasi sedot lemak di pipi, pulang dalam kondisi wajah yang lebam.
Narasi pengeroyokan itu mulanya Ratna sampaikan hanya kepada anak-anaknya yang bertanya penyebab wajahnya lebam. Namun setelah lebamnya sembuh, Ratna kembali menceritakan pemukulan itu kepada Fadli Zon saat berkunjung beberapa hari lalu. Saat anaknya Iqbal datang ke rumah, cerita pemukulan itu juga yang ia sampaikan.
"Hari Selasa, foto saya tersebar di media sosial, saya nggak sanggup baca itu," kata Ratna. Jadi Ratna menyatakan tak ada penganiayaan yang dialaminya. "Itu cerita khayalan, entah diberikan oleh setan mana kepada saya," kata dia.
Setelah pengakuan ini, sejumlah pihak juga melaporkan Ratna ke polisi atas dugaan penyebaran hoax. Di antaranya adalah Farhat Abbas dan Muannas Alaidid.
Setelah pengakuan Ratna dalam jumpa pers kepada awak media, Prabowo Subianto kembali menggelar jumpa pers. Dalam kegiatan itu, mantan Komandan Jenderal Koppasus ini meminta maaf karena ikut menyebarkan berita bohong mengenai penganiayaan Ratna Sarumpaet.
"Saya atas nama pribadi dan pimpinan tim kami, saya minta maaf kepada publik bahwa saya telah ikut meyuarakan sesuatu yang belum diyakini kebenarannya," kata Prabowo yang didampingi calon Wakil Presiden Sandiaga Uno di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Rabu malam, 3 Oktober 2018.
Prabowo juga meminta Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno di pemilu 2019. "Saya telah meminta Ibu Ratna Sarumpaet mengundurkan diri dari Badan Pemenangan. Beliau sudah lakukan itu. Sudah ada suratnya," kata Prabowo.
Sehari setelah itu, tepatnya pada Kamis malam, 4 Oktober 2018 sekitar pukul 20.00 WIB, kepolisian melakukan penangkapan kepada Ratna Sarumpaet. Ia ditangkap di Bandara Internasional Soekarno Hatta saat akan bertolak ke Santiago, Cile. Ratna diketahui akan bertolak ke Cile untuk menghadiri acara Konferensi The 11th Women Playwrights International Conference 2018.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan penangkapan tersebut terkait dengan statusnya sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoax atau berita bohong. Adapun sebelum ditangkap, polisi telah mengirimkan surat pencegahan kepada pihak Imigrasi.
Kepolisian bakal menjerat Ratna dengan pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Selain itu, Ratna juga bakal dikenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pasal 28 juncto pasal 45. "Ancaman hukumanya maksimal 10 tahun penjara," Kata Argo.
Setelah melakukan penangkapan Ratna kemudian digelandang ke Markas Polda Metro Jaya. Ia kemudian menjalani serangkaian pemeriksaan dan kemudian penggeledahan di kediamanan di Kawasan Kampung Melayu Kecil, Jakarta Selatan pada Jumat dini hari, 5 Oktober 2018.
Kepala Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Agung Sampurno membenarkan aktivis Ratna Sarumpaet yang ditangkap di Bandara Soekarno Hatta malam ini, Kamis, 4 Oktober 2018.
Penangkapan ini memastikan Ratna tak lagi bebas dan mendekam di ruang tahanan. Hingga kemudian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonisnya, Kamis 11 Juli 2019 petang.
Advertisement