TNI Yakin Taruna Akmil Blasteran Prancis Enzo Allie Tak Terpapar Radikalisme

Beredar isu bahwa pemuda blasteran Prancis bernama Enzo Zensi Ellie yang lolos akademi militer (Akmil) terpapar radikalisme.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 07 Agu 2019, 09:08 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2019, 09:08 WIB
Bis AKMIL, PS TNI, Piala Jenderal Sudirman, Bis AKMIL
Suporter PS TNI saat mendukung timnya bertanding menggunakan bis AKMIL, di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (12/11/2015). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Liputan6.com, Jakarta - Beredar isu bahwa pemuda blasteran Prancis bernama Enzo Zensi Ellie yang lolos akademi militer (Akmil) terpapar radikalisme. Isu ini berawal dari foto dalam akun Facebook Enzo Allié.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi menyampaikan, pihaknya sudah sangat selektif dalam menyaring para taruna Akmil. Termasuk kepada Enzo Zensi Ellie.

"Tidak (radikal). Kita kan ada sistem seleksi yang berbeda dengan seleksi orang mau kerja sif siang, sif malam. Ini untuk megang senjata dia. Jadi sudah selektif," tutur Sisriadi saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (7/8/2019).

Menurut dia, TNI memiliki sistem seleksi mental ideologi. Mulai dari tes tertulis, wawancara, hingga penelusuran media sosial milik calon taruna akmil.

"Jadi itu sudah kita lakukan semua. Kalau masalah terpapar itu banyak orang terpapar. Mungkin mereka memberikan pendapat-pendapat tentang apa gitu," jelas dia soal Enzo Zensi Ellie.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pembersihan Pola Pikir

Bis AKMIL, PS TNI, Piala Jenderal Sudirman, Bis AKMIL
Suporter PS TNI saat mendukung timnya bertanding menggunakan bis AKMIL, di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (12/11/2015). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Terlebih, selama masa pendidikan tiga bulan pun seluruh taruna akan menjalani pelatihan yang dapat membuatnya bersih dari berbagai pola pikir.

"Kemudian tiga bulan ini dia kan jadi nol lagi. Menjadi manusia biasa, bukan dengan segala ininya, mungkin bahasanya yang dia ahli itu bisa lupa itu. Pak Prabowo waktu masuk TNI kan dia tidak bisa bahasa Indonesia, bisa patah-patah. Wong sekolahnya dari kecil sampai SMA di Amerika kan. Zaman itu kita anti Amerika juga kan. Tapi enggak ada masalah. Sistem di TNI kita punya sistem untuk menyaring, namanya sistem seleksi dan klasifikasi. Jadi alat saringnya itu ketat sekali," kata Sisriadi.

"Kemudian potensi ekstremnya kita bisa baca di hasil psikotes, di hasil kepribadiannya. Kebaca di situ ini anak begini begitu. Kalau enggak lolos, dia kecoret di situ," Sisriadi menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya