Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Tinggi Jakarta memvonis Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf dari 7 tahun menjadi 8 tahun kurungan penjara. Hal ini termuat dari putusan banding yang diajukan Jaksa Penuntut Umum dan pihak Irwandi.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp 300.000.000, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," demikian bunyi putusan Majelis Hakim sebagaimana dikutip dalam website Mahkamah Agung, Rabu (14/8/2019).
Bukan hanya itu saja, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Ester Siregar itu, juga memberikan pidana tambahan, berupa pencabutan hak politiknya selama 5 tahun.
Advertisement
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana," begitu bunyi vonis tambahan Majelis Hakim.
Irwandi Yusuf pun diminta Majelis Hakim untuk tetap berada di dalam tahanan. "Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," demikian bunyi putusannya.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, sebelumya memvonis Irwandi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain itu, hakim juga mencabut hak politiknya selama 3 tahun usai menjalani pidana pokok.
Irwandi Yusuf dinilai terbukti menerima suap Rp 1,05 miliar bersama dengan staf khususnya, Hendri Yuzal dan orang kepercayaannya, Teuku Saiful Bahri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Terima Suap Rp 1,05 miliar
Suap berasal dari mantan Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Irwandi menerima Rp 1,05 miliar dari Ahmadi. Suap diberikan agar Irwandi menyetujui usul Ahmadi supaya kontraktor di Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan proyek infrastruktur yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018.
Tahun 2018, Aceh mendapat DOKA sebesar Rp 8,02 triliun. Dari dana tersebut, Kabupaten Bener Meriah mendapat porsi anggaran sebesar Rp 108,7 miliar.
Menurut hakim, Irwandi melalui Hendri dan Saiful Bahri disebut mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemprov Aceh agar menyetujui usulan Ahmadi. Uang Rp 1,05 miliar diberikan Ahmadi kepada Irwandi secara bertahap melalui Teuku dan Hendri.
Tahap pertama diberikan Rp 120 juta, tahap kedua Rp 430 juta dan tahap ketiga diberikan senilai Rp 500 juta. Sebanyak uang Rp 500 juta yang diberikan di tahap ketiga dipakai Irwandi untuk kegiatan Aceh Marathon tahun 2018.
Perbuatan Irwandi bersama Hendri dan Teuku Saiful dianggap telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Irwandi juga terbukti menerima gratifikasi selama menjabat gubernur sebesar sebesar Rp 8,7 miliar. Gratifikasi itu diterima selama Irwandi menjabat menjadi Gubernur Aceh pada periode 2007-2012 dan periode 2017-2022.
Gratifikasi itu diterima Irwandi terkait paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh. Di kasus grarifkasi, Irwandi dianggap telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Vonis Irwandi lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam berkas yang sama, Hendri divonis tahun 4 penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara Teuku Saiful Bahri divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sebelumnya Hendri dituntut hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Teuku Saiful dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hal yang memberatkan tuntutan Irwandi, Hendri, dan Teuku yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta tidak mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan yakni ketiganya bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.
Advertisement