Guru Besar Hukum Nilai Presiden Jokowi Belum Perlu Terbitkan Perppu KPK

Kondisi saat ini dinilai belum memenuhi syarat dikeluarkannya Perppu KPK.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 06 Okt 2019, 07:14 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2019, 07:14 WIB
Bahas RKUHP, Presiden Jokowi Bertemu Pimpinan KPK
Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan dengan pimpinan KPK di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (4/7). Pertemuan tersebut untuk membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Guru besar hukum Universitas Borobudur Jakarta, Faisal Santiago mengatakan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). 

Menurut Faisal, Perppu dapat dikeluarkan jika memenuhi sejumlah persyaratan, di antaranya apabila negara dalam keadaan genting atau adanya kekosongan hukum maka presiden sebagai kepala negara bisa mengeluarkannya.

Menurut Faisal, kondisi seperti yang disebutkan itu tidak terjadi saat ini, sehingga Presiden Jokowi tidak perlu mengeluarkan Perppu. Jika tetap dipaksakan, dia menilai justru akan menjadi preseden buruk bagi sistem ketatanegaraan Indonesia.

"Sebagai negara hukum sudah ada saluran hukumnya, yaitu judicial review ke MK (Mahkamah Konstitusi). Bukan sebentar-sebentar ada demo terus dibuat Perppu," kata Faisal dalam keterangan tertulis, Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Lebih lanjut, dia mengatakan, melakukan amandemen atau revisi UU adalah hal yang biasa bagi Indonesia yang merupakan negara hukum guna melakukan perbaikan-perbaikan agar menjadi lebih baik.

"Sudah selayaknya UU KPK direvisi karena sudah tidak relevan lagi antara kondisi tahun 2002 dan 2019," ujar Faisal.

Faisal menyarankan agar presiden tidak mengeluarkan Perppu terkait pengesahan revisi UU KPK. Dia juga mengimbau para pihak yang tidak setuju dengan UU KPK supaya melakukan langkah hukum melalui judicial review di MK.

Lembaga yudikatif itu, lanjut Faisal, baru dapat menerima uji materi UU KPK setelah undang-undang tersebut masuk lembaran negara.

"Jadi ada mekanismenya. Itulah gambaran kita sebagai negara hukum," pungkas Faisal.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya