Ini Syarat dari Gerindra untuk Jokowi Kalau Ingin Keluarkan Perppu KPK

Gerindra ingin Dewan Pengawas dipilih DPR melalui uji kepatutan dan kelayakan.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2019, 20:08 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2019, 20:08 WIB
Presiden Jokowi Beri Keterangan Terkait Revisi UU KPK
Presiden Joko Widodo didampingi Kepala Staf Kepresiden Moeldoko dan Mensesneg Pratikno menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Jokowi menyatakan mendukung sejumlah poin dalam draf revisi UU KPK. (Liputan6.com/HO/Kurniawan)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, pihaknya setuju jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan Perppu KPK asalkan mekanisme pemilihan atau rekrutmen Dewan Pengawas KPK diubah.

Dalam revisi UU KPK yang sudah disahkan, anggota Dewan Pengawas KPK dipilih Presiden. Sementara Gerindra ingin Dewan Pengawas dipilih DPR melalui uji kepatutan dan kelayakan.

Supratman yang juga Ketua Panja Revisi UU KPK ini mengatakan, saat sidang paripurna pengesahan revisi UU KPK, tujuh fraksi menyetujui secara bulat tanpa catatan dan Fraksi Demokrat menolak. Sementara saat pembahasan di tingkat Panja, PKS dan Gerindra menolak.

"Kami bukan menolak seluruh substansinya, tapi ada satu substansi yang menurut kami berbahaya buat penegakan hukum di kemudian hari. Pertama soal pembentukan Dewan Pengawas. Substansi Dewan Pengawas kami setuju. Tapi mekanisme untuk pemilihan Dewan Pengawas itu yang kami tidak setuju," jelas Supratman dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10/2019).

"Kalau Presiden mau keluarkan kebijakan akan mengoreksi bagaimana mekanisme rekrutmen Dewan Pengawas, kemudian diikuti sebagaimana halnya yang kami inginkan, kami dukung pemerintah untuk keluarkan Perppu," imbuh dia.

Dia mengatakan, dalam UU KPK pemilihan komisioner harus melalui uji kepatutan dan kelayakan di DPR, sementara Dewan Pengawas dipilih langsung presiden.

Padahal, dalam UU KPK yang baru direvisi, kekuatan Dewan Pengawas lebih besar. Jika anggota Dewan Pengawas dipilih Presiden, dikhawatirkan Presiden memanfaatkan Dewan Pengawas untuk menjegal lawan politiknya.

"Kita khawatir kalau kemudian Presiden itu memegang seluruh kekuatan negara untuk bisa melawan lawan politiknya," ujar Supratman.

Ada saran bahwa pemilihan anggota Dewan Pengawas tidak langsung ditunjuk Presiden, melainkan ada tahapan konsultasi dengan DPR dalam waktu 14 hari. Namun jika DPR tak setuju, Presiden bisa tetap menunjuk Dewan Pengawas.

Hal ini dianggap berbahaya bagi demokrasi dan penegakan hukum ke depan. Menurutnya, jika Presiden memberikan kewenangan pada DPR untuk memilih anggota Dewan Pengawas, rakyat akan sangat berterima kasih kepada Presiden Jokowi.

"Karena kekuasaan itu sekarang ada di tangan Beliau. Kalau Beliau mau buktikan sebagai negarawan, revisi (mekanisme pemilihan Dewan Pengawas) itu. Berikan kekuasaan itu bahwa apa pun DPR itu adalah lembaga perwakilan," ujar Supratman.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Penunjukan Presiden dan DPR

Supratman mengatakan, Presiden juga tak menyetujui susunan Dewan Pengawas dua orang dari unsur pemerintah dan dua dari DPR. Kemudian, DPR kembali mengusulkan tiga anggota ditunjuk langsung Presiden dan dua orang dari DPR namun Presiden juga menolak.

"Kami usulkan lagi supaya lebih bagus, dua dari pemerintah, dua dari DPR, satu dari pimpinan KPK sebagai ex officio, kan bagus. Artinya kita betul-betul ingin mengawasi secara objektif. Presiden bisa mengawasi lewat penunjukan Dewan Pengawas, parlemen punya orang dan secara internal pimpinan KPK sebagai orang dalam ex officio. Jadi sangat bagus," tandas dia.

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya