DPR Belum Sepakat Usulan Eks Koruptor Dilarang Maju Pilkada

DPR menganggap, peraturan mengenai eks napi koruptor dilarang mencalonkan diri dalam Undang-undang sudah pernah dibatalkan MK.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Nov 2019, 08:53 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2019, 08:53 WIB
pemilu-ilustrasi-131024c.jpg
Ilustrasi pemilih surat suara.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi II DPR belum mencapai kesepakatan soal usulan eks napi koruptor dilarang mencalonkan diri menjadi kepala daerah dalam rancangan revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 3 tahun 2017.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia usai menggelar rapat dengar pendapat bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri.

"Kami belum bisa mengambil kesepahaman bersama sehingga kami perlu melanjutkan lagi di (rapat) hari berikutnya," ujar politisi Golkar seperti dilansir dari Antara, Selasa (5/11/2019).

Dalam rancangan perubahan PKPU Nomor 3/2017, aturan mengenai pelarangan mantan napi koruptor maju dipilkada ada dalam Pasal 4 huruf h.

Doli mengatakan, peraturan mengenai eks napi koruptor dilarang mencalonkan diri dalam Undang-Undang sudah pernah dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).

Selain itu, Mahkamah Agung juga membatalkan aturan PKPU terkait pelarangan eks narapidana koruptor menjadi Calon Legislatif.

Doli mengaku, perlu ada evaluasi dan penyempurnaan menyeluruh peraturan untuk pemilihan Kepala Daerah, Pemilihan Legislatif, maupun Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Namun, kemungkinan penyempurnaan itu dilakukan setelah Pilkada Serentak 2020.

"Kita lihat perkembangannya nanti seperti apa. Mana (kekurangan) yang bisa ditutupi melalui PKPU, mana yang perlu revisi (Undang-Undang)," ujar Doli.

Ia mengatakan, masa sidang tahun ini tinggal tanggal 12 Desember 2019. Kemudian masa sidang tahun depan akan masuk di tanggal 6 Januari 2020. Sementara tahapan pemilu harus sudah dimulai pendaftaran calon bulan Juni 2020.

"Kira-kira mungkin tidak (revisi Undang-Undang) itu terjadi? Makanya, harus kami atur betul situasinya untuk melihat materi revisi (Undang-Undang), memungkinkan tidak untuk kami melakukan revisi," kata Doli.

Ia menambahkan, sementara ini belum bisa melihat akan ada revisi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang sudah ada di depan mata dan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Nanti kami mendahului ya, makanya sementara ini kita pakai saja dasar Undang-Undang yang berlaku itu," ujar Doli.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tolak Eks Napi Koruptor

Persiapan Pilkada 2020 dengan Komisi II DPR
Ketua KPU, Arief Budiman (ketiga kiri) saat mengikuti rapat kerja/rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Rapat membahas evaluasi Pemilu 2019 dan persiapan Pilkada Serentak 2020. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman berharap, UU Pilkada direvisi untuk mengatur pelarangan mantan napi kasus korupsi, bandar narkoba, dan pelaku kekerasan seksual anak maju mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

KPU telah menyerahkan draf Peraturan KPU untuk Pilkada 2020 kepada Komisi II DPR. Dalam draf itu, KPU memasukkan larangan mantan napi korupsi, bandar narkoba dan pelaku kekerasan seksual anak mengikuti kontestasi Pilkada.

Aturan serupa pernah dibuat KPU pada pemilihan legislatif (Pileg) 2019, namun dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Agar hal tersebut tidak terulang, Arief berharap, UU Pilkada direvisi.

"Kami tentu berharap ada revisi terhadap undang-undang. Karena kan semua pihak kalau saya lihat komentarnya, sepanjang ini diatur di dalam undang-undang maka kita bisa terima," ujar Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 4 November 2019.

Arief mempertanyakan, komitmen apakah UU Pilkada ini mau direvisi atau tidak. KPU senang jika DPR mau merevisi UU Pilkada. Kendati begitu, KPU tetap memasukkan larangan mantan koruptor maju Pilkada dalam PKPU.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya