Gerindra Sesalkan Sikap KPK Umumkan Rencana Geledah Kantor DPP PDIP

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa menyebut, gagalnya tim KPK menggeledah DPP PDI Perjuangan menjadi bukti pelemahan terhadap KPK.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 13 Jan 2020, 17:01 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2020, 17:01 WIB
desmond
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa. (Merdeka.com/Nur Habibie)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond J Mahesa menyayangkan, sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengumumkan rencana penggeledahan kantor DPP PDI Perjuangan, terkait kasus yang suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR PDI Perjuangan yang menjerat mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.

"Kalau sudah diumumkan, seminggu kemudian baru digeledah, itu namanya omong kosong," kata Desmond di Kompleks Parlemen Senayan, Senin, (13/1/2020).

Desmond menyebut, alasan belum adanya izin dari Dewan Pengawas tak bisa dijadikan penyebab gagalnya operasi KPK di DPP PDIP.

"Persoalannya karena birokrasi atau memang siapapun tidak mampu menggeledah institusi partai ini karena mereka berkuasa," ujarnya.

Desmond menambahkan, gagalnya tim KPK menggeledah DPP PDI Perjuangan menjadi bukti pelemahan terhadap KPK. "Apa yang terjadi hari ini membuktikan bahwa KPK dilemahkan," ucap Desmond.

Fraksi Gerindra, kata Desmond, sempat menolak revisi UU KPK, terutama pada pasal adanya dewan pengawas. "Menolak dewas-dewas seperti ini. Jadi kalau ada pelemahan, produk pelemahan ya terjadi hari ini," kata Desmond.

Saat ini, lanjut Desmond, perlu keberanian Ketua KPK dan komisioner baru lain untuk membuktikan pada publik bahwa KPK tetap bertaring dan tidak dilemahkan.

"Bagaimana komisioner dan dewas membuktikan ini. Kalau contoh seperti ini (penggeledahan) tidak terselesaikan, makin betul bahwa jangan berharap lagi dengan KPK," tandasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Suap PAW PDIP

KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemprov Papua merupakan daerah yang memiliki risiko korupsi tertinggi dengan. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnya, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR-RI terpilih tahun 2019-2024.

Selain Wahyu, KPK juga menjerat mantan anggota Badan Pengawas Pemilu Agustiani Tio Fridelina (ATF) yang juga orang kepercayaan Wahyu, kemudian politikus PDIP Harun Masiku (HAR) dan Saeful (SAE) selaku pihak swasta.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Wahyu menerima suap Rp 600 juta untuk memuluskan Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024.

"Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Kamis (9/1/2020.

Lili mengatakan, saat penerimaan uang Rp 400 juta dalam bentuk Dolar Singapura itulah kemudian tim penindakan KPK mengamankan Wahyu.

"Pada Rabu, 8 Januari 2020, WSE meminta sebagian uangnya yang dikelola oleh ATF. Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF dalam bentuk Dolar Singapura," kata Lili.

Sebelum menerima Rp 400 juta, Wahyu telah lebih dahulu menerima uang Rp 200 juta. Wahyu menerima uang tersebut pada pertengahan Desember 2019.

"WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan (pada pertengahan Desember 2019)," kata Lili.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya