Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengungkap kasus prostitusi anak di Apartmen Kalibata City, Jakarta. Ada tiga korban sekaligus enam pelaku dalam pembongkaran kasus tersebut. Dua di antaranya berstatus sebagai pelaku sekaligus korban.
Komnas Perlindungan Anak meminta, kepolisian mengungkapkan kemungkinan adanya sindikat jaringan prostitusi anak tersebut.
Baca Juga
"Ini modus baru yang harus dibongkar. Berarti ada jaringan di situ memahami bahwa anak yang berusia di bawah 18 tahun sebagai pelaku dia tahu persis bahwa anak itu tidak bisa dihukum lebih dari 10 tahun," kata Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).
Advertisement
Arist melanjutkan, saat ini modusnya para orang dewasa mengekploitasi para anak-anak itu karena mereka paham bahwa anak-anak tidak bisa dihukum lama.
Arist menerangkan, kasus prostitusi anak di Kalibata City merupakan kasus kali ketiga pada tahun 2020 ini. Hal ini mengindikasikan begitu besarnya ancaman terhadap anak-anak Indonesia.
Terlebih lagi, prostitusi online di Apartemen Kalibata City juga bukanlah kali pertama. Hal ini sudah sering terungkap.
"Prostitusi online sebenarnya di apartemen Kalibata itu bukan baru. Itu sudah ramai, di Polda Metro sering kali mengamankan itu, ini ada apa sebenarnya?" katanya.
Maka dengan terungkapnya kasus tersebut, dia melihat sudah saatnya bangsa Indonesia menyatakan perang terhadap hal itu.
"Itu sedang menjadi fenomena yang perlu mendapat perhatian dan aksi nyata bagaimana kita memutus mata rantai perdagangan atau eksploitasi anak untuk tujuan seksual komersial itu," ia mengakhiri.
Dipaksa Layani 4 Pelanggan Per Hari
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Selatan mengungkap kasus prostitusi anak di Apartemen Kalibata City, Jakarta.
Dalam kasus tersebut, terdapat tiga orang korban masing-masing atas inisial JO (15), AS (17), dan NA (15). Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Bastoni Purnama menyebutkan mereka yang dieksploitasi dibayar dengan harga Rp 350 ribu per pelanggan.
"Rata-rata dengan harga 350 sampai 900 ribu," ungkap dia di Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020).
Dia menyebut, dari penghasilan tersebut, korban menyetorkan sebanyak Rp 100 ribu kepada para pelaku yang menawarkan mereka dan Rp 50 ribu. Sementara sisanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar sewa apartmen.
"Indikasi dibayar secara patungan (apartmen). Kemudian rata-rata korban ini dipaksa (melayani) minimal empat pria tiap hari ya," jelas Bustoni.
Dia juga menyebutkan, para korban tersebut melayani para pelanggan yang didapatkan dari aplikasi media sosial baik di dalam apartemennya maupun di luar.
Awalnya, kata Bustoni, korban diimingi-imingi dengan suatu pekerjaan. Kemudian dengan dijanjikan sejumlah uang.
"Ternyata kenyataannya mereka dieksploitasi di media sosial, dipaksa, dilakukan penganiayaan dan sebagainya," kata dia.
Bustoni mengaku pihaknya belum bisa memberikan informasi lebih banyak. Mengingat kasus ini masih dalam ranah penyidikan.
"Iya jadi memang banyak informasi atau keterangan dari korban maupun pelaku. Dalam hal ini kita batasi karena ini masih proses penyidikan dalam ranah penyidikan," tegas dia.
Advertisement