Kemendikbud: Publikasi Jurnal Internasional Gratis

Jurnal internasional yang sampai mengenakan tarif bagi yang hendak mempublikasikan adalah jurnal yang tidak kredibel.

oleh Yopi Makdori diperbarui 01 Feb 2020, 02:07 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2020, 02:07 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim rapat bersama Komisi X DPR RI, Selasa (28/1/2020).
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim rapat bersama Komisi X DPR RI, Selasa (28/1/2020). (Liputan6.com/Yopi Makdori)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra, Djohar Arifin Husin merasa, kewajiban publikasi jurnal internasional bagi para dosen yang hendak menempuh kenaikan jabatan fungsional sangat memberatkan.

Pasalnya menurut dia beberapa dosen perlu mengeluarkan kocek yang tidak sedikit untuk eksistensi di forum ilmiah global tersebut.

Menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nizam mengungkapkan bahwa sebenarnya publikasi jurnal internasional tidak dipungut biaya.

"Itu yang salah, kalau publikasi itu dipublikasikan di jurnal internasional yang berkualitas tidak ada bayar-membayar. Kalau membayar itu karena mereka itu banyak jurnal predator," jelas Nizam di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (31/1/2020).

Jurnal predator yang dimaksud adalah mereka yang mengaku jurnal internasional, namun hanya sekedar untuk mencari uang. Memanfaatkan nafsu publikasi jurnal internasional para dosen.

"Karena dosen butuh publikasi ya udah submit ke sini (jurnal predator), seminggu pasti terbit," ungkap Nizam.

Jurnal semacam itu harus dihindari, karena publikasi jurnal sebenarnya tidak berbayar.

"Kita membuat list jurnal-jurnal mana yang termasuk dalam jurnal predator ini. Ratusan itu jurnal yang abal-abal," jelasnya. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Dosen Dapat Insentif

Nizam juga mengungkapkan, dosen yang mempublikasikan jurnal internasional yang kredibel bisa mendapatkan insentif dari kementeriannya. Insentif tersebut berkisar antara Rp 15 juta hingga 25 juta.

"Insentif sangat tinggi dari kementerian," katanya.

Selain itu, dia juga menekankan agar para dosen jika hendak melakukan penelitian mestinya dimulai dari yang terdekat dulu. Bukan isu atau masalah yang ada di negara lain.

"Kita perlu apa? Masalah misalnya menggunakan sawit untuk biodiesel, masalah pangan, masalah industri. Ya masalah-masalah kita sendiri dengan kekayaan ragam hayati yang begitu besar ini menjadi khazanah pengetahuan," jelas dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya