Komnas Perempuan: RUU Ketahanan Keluarga Seret Perempuan ke Ranah Domestik

RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi karena dinilai menjajah privasi warga. Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyebut RUU itu tidak jelas tujuannya.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 22 Feb 2020, 12:20 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2020, 12:20 WIB
Banner Infografis Pasal-Pasal Kontroversial Draf RUU Ketahanan Keluarga. (Liputan6.com/Abdillah)
Banner Infografis Pasal-Pasal Kontroversial Draf RUU Ketahanan Keluarga. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi karena dinilai menjajah privasi warga. Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menyebut RUU itu tidak jelas tujuannya.

"Pasal-pasal di RUU KK semua absurd, terlalu general dan secara subtansi pasal-pasal tersebut sudah diatur pada UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, UU KDRT, bahkan di RUU PKS," kata Bahrul pada Liputan6.com, Sabtu (22/2/2020).

Bahrul menyatakan, pengertian keluarga pada kenyataannya di dalam masyarakat, tidak hanya suami, istri dan anak, seperti yang ada dalam RUU itu.

"Melainkan bisa dalam bentuk saudara-saudara kandung, saudara angkat, perempuan kepala keluarga atau janda yang perlu menafkahi anak-anaknya, dan juga anak-anak yatim piatu, keluarga angkat," jalannya.

Ia juga menyebut RUU Ketahanan Keluarga itu hanya menarik perempuan atau mewajibkan perempuan kembali ke ranah domestik dan bertentangan dengan visi misi presiden.

"Spirit RUU KK ini bertentangan dengan visi Pemerintahan Jokowi untuk membangun SDM Unggul. RUU KK justru menyeret perempuan pada ranah domestik. Pengertian Keluarga perlu dikaji lebih jauh sebelum menjadi aturan," ia menandaskan.

Saksikan video di bawah ini:

Tidak Membahas KDRT

Sebelumnya diketahui, RUU Ketahanan Keluarga tidak membahas detail atau hukuman bagi warga yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Dari 146 pasal, RUU itu justru membahas larangan dan urusan privat warga lain seperti kewajiban mengurus rumah tangga hingga larangan donor sperma dan BDSM.

Anggota fraksi PAN DPR RI, Ali Taher sebagai pengusul RUU menjelaskan alasan tidak ada aturan mengenai KDRT namun ada BDSM dalam RUU tersebut.

"Substansi kan kita bahas terus menerus. Masukan, rekomendasi, saran dari masyarakat tetap terbuka untuk kita diskusikan, kita selalu terbuka," kata Ali di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (19/2/2020) malam.

Ali menyatakan, RUU itu masih terbuka dari usulan dan kritik masyarakat. Oleh karena itu dirinya siap menerima diskusi dan masukan termasuk soal KDRT. "Masih dalam proses, kita terbuka," ucapnya.

Namun, yang menjadi fokus para pengusul, menurut Ali, draf RUU yang ada saat ini sudah memberi warna perlindungan warga dari kekerasan dalam rumah tangga.

"Bagaimana warna dari UU itu memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Bagaiamana (perlindungan) terjadi kekerasan dalam rumah tangga atau pengabaian-pengabaian hak antara kedua belah pihak," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya