Komisi IX DPR Minta Anggaran Infrastruktur Dialihkan untuk Melawan Corona Covid-19

Komisi IX sangat memahami keadaan pemerintah hari ini. Tapi tidak ada jalan lain selain fokus anggaran ke Covid-19. Untuk pembangunan fisik, infrastruktur sebaiknya di-hold dulu. Realokasikan ke Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Mar 2020, 21:13 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2020, 21:13 WIB
Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Han Yi, petugas medis dari Provinsi Jiangsu, bekerja di bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit tersebut. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Esterlita Runtuwene meminta pemerintah serius dalam penanganan wabah Corona Covid-19 lewat anggaran yang ada di APBN 2020.

Felly mengatakan, penanganan virus ini tidak boleh ada batasan. Dimana minimal Rp250 triliun, atau 10 persen hingga 15 persen dari APBN 2020 yang berjumlah Rp2.540 triliun segera dikucurkan untuk daerah-daerah yang tingkat kasus Covid-19 sangat tinggi.

"Jumlah korban meninggal kita sudah lebih dari 100. Padahal kasus positifnya hanya di angka 1.000 lebih. Death rate kita berarti 8,8 persen. Ini menjadi angka tertinggi di Asia dan nomor dua di dunia. Dan ini terjadi setiap hari. Berarti ada yang salah atau belum on the track dalam penanganannya," katanya di Manado, Minggu (29/3/2020).

Politisi Partai Nasdem itu mendesak pemerintah untuk menahan anggaran pembangunan infrastruktur ke Covid-19.

"Kami, Komisi IX sangat memahami keadaan pemerintah hari ini. Tapi tidak ada jalan lain selain fokus anggaran ke Covid-19. Untuk pembangunan fisik, infrastruktur sebaiknya di-hold dulu. Realokasikan ke Covid-19," ungkap Felly.

Menurut dia, anggaran sebesar Rp250 triliun tersebut akan digunakan untuk pembangunan dan penambahan infrastruktur laboratorium Covid-19 yang memadai di seluruh provinsi. Khususnya di rumah-rumah sakit rujukan.

"Untuk menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia yang sudah mencapai 8 persen, kita harus punya infrastruktur laboratorium yang memadai dengan alat-alat yang berstandar WHO," terang Felly.

Bagi Felly, angka tersebut menunjukkan lemahnya penanganan Covid-19 dalam dua sisi, yakni perlindungan dan pelayanan terhadap warga negara. Terlebih, perlindungan terhadap para tenaga medis.

"Kita fokus bereskan Covid-19 ini dulu. Guna apa pembangunan maju, tapi generasi bangsa kita tewas karena virus ini. Jika Covid ini beres, baru bicarakan pembangunan," tambahnya.

Selain itu, anggaran yang akan dialihkan nanti akan digunakan untuk pemeriksaan secara massal kepada seluruh warga, agar diagnosa Covid-19 bisa segera diikuti dengan perawatan intensif.

"Pemerintah harus segera melakukan rapid test secara massive di tiap-tiap kecamatan, dan diteruskan dengan pemeriksaan Swab dan PGR (Polymerase Chain Reaction, red)," katanya.

Selain itu, anggaran ini juga untuk menyewa tenaga medis dan volunteer untuk test Covid-19.

"Pemerintahan harus segera melakukan rapid test secara massive di tiap-tiap kecamatan. Anggaran ini juga untuk menyewa tenaga medis dan volunteer untuk test Covid-19. Kita harus sediakan payung sebelum hujan. Bukan sudah hujan baru cari payung. Jangan sampai sudah dilakukan partial lockdown, tapi kemudian hanya menunggu jika ada pasien yang positif baru bergerak," ujar Felly.

Karena meski pemerintah telah menyiapkan Wisma Atlet Jakarta menjadi tempat mengisolasikan pasien positif corona, namun Felly mengatakan peralatan kesehatan di sana belum secanggih di Rumah Sakit penyakit infeksi Prof Dr Sulianti Saroso Sunter.

"Jadi anggaran yang akan direalokasi ini juga untuk memperlengkap peralatan-peralatan kesehatan di rumah-rumah sakit rujukan, ataupun tempat-tempat yang disediakan pemerintah untuk mengisolasi pasien positif corona," ujarnya.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Harus Ada Terobosan

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Han Yi (belakang), petugas medis dari Provinsi Jiangsu, bekerja di sebuah bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, 22 Februari 2020. Tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati para pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Felly juga menyoroti dua sisi yang dalam hematnya menjadi kendala utama pola penanganan Covid-19 sejauh ini. Pertama adalah birokrasi, kedua dari sisi administrasi.

"Ini artinya, birokrasi kita masih jadi soal dan kedua, administrasi atau kerja sama di antara lembaga-lembaga pemerintahan tidak terjadi dengan baik. Dan ini tidak bisa menunggu lagi, korban jiwa bisa semakin banyak jika situasinya terus begitu," kata dia.

Felly menilai, harus ada terobosan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertama, dia mengusulkan adanya kepres tentang status bencana non alam. Kedua, harus ada alokasi anggaran yang memadai.

Menurut dia, belum optimalnya penanganan adalah dalam hal alokasi anggaran yang belum jelas. Oleh karena itu, seiring dengan rencana karantina wilayah yang tengah disiapkan oleh pemerintah, dia mengusulkan anggaran untuk penanganan Covid-19 setidaknya di angka 10 sampai 15 persen APBN.

"Ini angka minimal. Amerika mengalokasikan 32 ribu triliun rupiah untuk menangani virus ini. Malaysia hampir 1.000 triliun. Bahkan Singapura saja terakhir mengalokasikan 505 triliun. Ini yang namanya serius menangani," tuturnya.

Untuk mengalokasikan anggaran tersebut, Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perppu pengganti UU APBN Tahun anggaran 2020. Dengan Perppu tersebut, lanjut Felly, realokasi anggaran berbagai sektor bisa dilakukan dengan cepat.

Dia menilai Inpres No 4 Tahun 2020 tidak memadai untuk pola penanganan yang serius terhadap wabah ini. Selain pelaksanaannya juga belum terlihat hingga detik ini, alokasinya juga jauh dari memadai.

"121 triliun untuk melindungi dan melayani 270 juta lebih rakyat kita itu tidak cukuplah. Apalagi kalau alokasinya tidak hanya untuk penanganan kesehatan. Angka ini sangat tidak memadai, dan kita sedang berkejaran dengan waktu. Pemerintah harus cepat," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya