MUI: Kewenangan Jaksa Usut Korupsi Justru Harus Diperkuat, Bukan Digugat

kewenangan melakukan penyidikan tentang tindak pidana tertentu diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang berbunyi bahwa Kejaksaan memiliki tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jun 2023, 13:06 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2023, 12:18 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, Deding Ishak, menolak penghapusan kewenangan Kejaksaan dalam menyidik korupsi. Revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan dilakukan justru karena perlunya menambah kewenangan kejaksaan dalam pemberantasan praktik korupsi di tanah air.

Deding mengatakan, kewenangan melakukan penyidikan tentang tindak pidana tertentu diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yang berbunyi bahwa Kejaksaan memiliki tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.

UU Kejaksaan direvisi oleh DPR dan Presiden pada tahun 2021, sehingga lahir UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Dalam revisi tersebut kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi tidak dihapuskan, justru kewenangan Kejaksaan diperkuat dengan tambahan kewenangan seperti kewenangan dalam pemulihan aset maupun di bidang intelijen penegakan hukum.

“Revisi ini didasari bahwa perlu ada penguatan terhadap kewenangan Kejaksaan, serta menjamin kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia,” kata Deding, Senin (12/6/2023).

Dengan demikian, ujar Deding, kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi sudah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Yang perlu dikawal lanjut dia, adalah bagaimana Kejaksaan dapat bekerja secara profesional, proporsional dan transparan dalam penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi, dan tidak tebang pilih dalam pelaksanaannya.

“Meski berada dan menjadi bagian pemerintah dalam menjalankan tusinya harus tetap mandiri otonom dan independen, serta tidak menjadi alat kekuasaan, apa lagi menjadi alat partai yang berkuasa,” tegas Deding.

Sebelumnya, sejumlah advokat mengajukan justical review (JR) ke Mahkamah Konstitusi dengan harapan kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyidikan kasus korupsi dicabut.

Survei Tingkat Kepercayaan Publik

Hasil survei terbaru Indikator menyebutkan keprcayaan publik terkait lembaga penegak hukum cenderung meningkat. Menurut Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi, dilihat tingkat kepercayaan lembaga penegakaN hukum, Kejaksaan Agung menjadi lembaga yang sangat dipercaya publik dengan raihan 7,4 persen, Pengadilan 7,5 Persen, KPK 7,4 persen, Polri 6,2 persen. 

"Sementara yang cukup percaya dengan Kejaksaan Agung sebesar 68,8 persen, pengadilan 66,3 persen, KPK  63,7 persen, Polri 58,2 persen,” kata Burhanuddin dalam rilis daring, Minggu (26/3/2023). 

Menurut Burhanuddin, secara umum kepercayaan terhadap lembaga negara cenderung mengalami peningkatan atau stabil. 

"Dalam penegakan hukum, Kejaksaan Agung dan Kepolisian cenderung meningkat kepercayaannya. sementara, pada KPK tampak penilaian negatif yang menguat," kata dia. 

Sementara, terkait pemberantasan korupsi, Kejaksaan Agung dan Kepolisian cenderung meningkat kepercayaannya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya