BP2MI Sebut Belum Ada Perlindungan yang Pasti ke ABK Pekerja Migran

Benny menjabarkan, ada 389 pengaduan dari ABK selama tahun 2018 - 6 Mei 2020.

oleh Yopi Makdori diperbarui 10 Mei 2020, 02:05 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2020, 02:05 WIB
14 ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal China, Long Xing 629, tiba di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jumat sore (8/5/2020). (Liputan6.com/ Pramita Tristiawati)
14 ABK asal Indonesia yang bekerja di kapal China, Long Xing 629, tiba di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, Jumat sore (8/5/2020). (Liputan6.com/ Pramita Tristiawati)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyebut, selama ini belum ada ketegasan dalam pengaturan pembagian kewenangan tata kelola penempatan dan perlindungan anak buah kapal (ABK) Perikanan.

Benny menyatakan, pemerintah harus memastikan keselamatan para Anak Buah Kapal (ABK) yang berada di atas kapal dan yang telah kembali. Serta memastikan pemenuhan hak-hak ABK yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia, seperti gaji, asuransi, dan santunan.

Dia menambahkan, BP2MI telah melakukan beberapa langkah-langkah yaitu, membentuk tim investigasi untuk menyelidiki proses penempatan ABK yang bekerja di kapal berbendera Tiongkok.

BP2MI juga menindaklanjuti dengan melayangkan surat ke Mabes Polri untuk mendukung proses penyelidikan kasus-kasus pengaduan ABK telah diterima oleh BP2MI.

BP2MI juga mendorong percepatan penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Penempatan dan Perlindungan ABK Pelaut Niaga dan Perikanan, sebagai instrumen hukum turunan UU 18 Tahun 2017. BP2MI juga siap menerima mandat untuk mengelola penempatan PMI secara keseluruhan termasuk ABK sebagai mandat UU 18 Tahun 2017.

"Yang terpenting adalah BP2MI mengharapkan untuk segera diakhiri ego sektoral dalam penanganan ABK dalam proses penempatan maupun perlindungannya," jelas Benny, Sabtu (8/5/2020).

Benny menjabarkan, ada 389 pengaduan dari ABK selama tahun 2018 - 6 Mei 2020. Lima jenis pengaduan terbesar ialah gaji yang tidak dibayar (164 kasus), meninggal dunia di negara tujuan (47 kasus), kecelakaan (46 kasus), ingin dipulangkan (23 kasus), dan penahanan paspor atau dokumen lainnya oleh P3MI/manning agency (18 kasus).

Sementara itu, pengaduan ABK terbanyak dibuat oleh para ABK Indonesia dengan negara penempatan Taiwan (120 kasus), Korea Selatan (42 kasus), Peru (30 kasus), Tiongkok (23 kasus), dan Afrika Selatan (16 kasus).

Dari total 389 kasus yang masuk ke BP2MI, sebanyak 213 kasus telah selesai ditangani (54,8 persen) dan 176 kasus masih dalam proses penyelesaian. Kendala yang dihadapi untuk kasus ABK ini ialah belum adanya aturan turunan yang mengatur perlindungan secara khusus bagi PMI ABK. Di samping itu, data ABK sering tidak terdaftar di BP2MI, khususnya ABK yang memiliki risiko permasalahan yang tinggi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Membangun database terpadu terintegrasi

Cuplikan video yang memperlihatkan aksi para ABK lainnya yang dikabarkan membuang jasad ABK WNI ke laut di Korea Selatan.
Cuplikan video yang memperlihatkan aksi para ABK lainnya yang dikabarkan membuang jasad ABK WNI ke laut di Korea Selatan. (Screenshot Youtube MBC News)

Benny menjelaskan, saat ini harus segera dilakukan yaitu penegasan kewenangan, tugas dan fungsi antar institusi yang menangani tata kelola penempatan dan perlindungan ABK Perikanan yang implementatif.

Membangun database terpadu terintegrasi antar institusi terkait (Kemenhub, Kemnaker, KKP, Kemlu, BP2MI), serta membentuk tim investigasi (internal BP2MI) dan sinergi koordinasi antar K/L untuk penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran HAM, tindak pidana bidang ketenagakerjaan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Di samping juga melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap 3 manning agency terhadap pelaku fisik, pengurus perusahaan, dan perusahaan, serta pemilik manfaat (beneficial owner) dengan dasar hukum yang digunakan pasal 87 UU 18/2017 tentang Perlindungan PMI dan pasal 13 UU 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Sementara itu, Polisi terus bergerak menangani kasus dugaan pelanggaran HAM yang dialami Anak Buah Kapal (ABK) Warga Negara Indonesia (WNI) Kapal China. Termasuk menelusuri pihak penyalur tenaga kerja tersebut.

Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo menyampaikan, praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) salah satunya memang bermoduskan pemberangkatan tenaga kerja ABK yang diduga berbuntut pada eksploitasi.

"Satuan Tugas Tindak Pidana Orang Bareskrim akan mulai melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut," tutur Ferdy saat dikonfirmasi, Sabtu (9/5/2020).

Menurut Ferdy, keterangan dari para korban tentunya sangat membantu penyelesaian kasus dan untuk pembuktian TPPO. Sebab itu, pihaknya akan melakukan pemeriksaan sambil mendukung protokol kesehatan virus Corona atau Covid-19 bagi ABK yang baru pulang dari Korea Selatan.

"Akan direncanakan pemeriksaan secara virtual," jelas Ferdy.

Salah satu advokat, David Surya berinisiatif melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Polri pada Jumat 8 Mei 2020. Hanya saja, ternyata pihak kepolisian sudah langsung menangani sehingga tidak lagi perlu menunggu aduan masuk.

"Jadi mereka buka penyelidikan sendiri, karena saya itu saksi yang pertama kali tahu tentang ini. Laporan saya dijadikan satu dengan laporan yang sudah dibuat oleh polisi. Oleh satgas TPPO, tapi saya akan dipanggil jadi saksi dan diminta berkontribusi secara aktif, soal bukti-bukti selanjutnya, lalu komunikasi saya dengan lawyer-lawyer di sana," kata David saat dikonfirmasi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya