Ada 10 Ribu ABK Indonesia Kerja di Kapal China, Mayoritas Ilegal

Program Manager UNIMG Indonesia, Yuherina Gusman mengatakan ada 10 ribu anak buah kapal (ABK) yang bekerja di perusahaan Taiwan

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2020, 15:30 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2020, 15:30 WIB
KM Arung Samudera Karam Terhantam Ombak di Bengkulu, Tujuh ABK Hilang
Ilustrasi kapal tenggelam. Ilustrasi: Kriminologi.id

Liputan6.com, Jakarta - Program Manager UNIMG Indonesia, Yuherina Gusman mengatakan ada 10 ribu anak buah kapal (ABK) yang bekerja di perusahaan Taiwan. Namun, mereka bekerja secara ilegal sehingga rentan mengalami perbudakan modern.

"Jumlahnya saya enggak tahu pasti tapi di atas 10 ribu, itu yang terdata," kata Yuherina dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk 'Perlindungan Pekerja Migran Ditengah Pandemi' di akun YouTube MNC Trijaya FM, Jakarta, Sabtu (9/5/2020).

Rina sapaannya menceritakan kehidupan para ABK Indonesia di Taiwan jauh dari kata layak. Mereka yang datang tanpa dokumen tidak memiliki tempat tinggal di darat.

Banyak dari mereka yang ketika di darat tidur di taman-taman atau di gubuk liar pelabuhan tempat bersandarnya kapal.

"Mereka tinggal di kapal atau di tempat umum atau saung (gubuk) di dekat pelabuhan," kata Rina.

Selain itu mereka juga tidak memiliki asuransi kesehatan. Padahal pekerjaan para ABK ini terolong pekerjaan dengan resiko tinggi.

ABK ilegal ini kata Rina biasanya masuk langsung dari kapal yang bersandar di Indonesia. Perekrutan dilakukan secara informal di pelabuhan. Salah satunya di pelabuhan Cirebon.

"Kalau datang langsung dari Pelabuhan Cirebon itu banyak dan tidak terdata," ujar Rina.

 

Banyak Kerugian

VIDEO: Kapal Ikan Ilegal Berbendera Indonesia Ditangkap di Ambon
19 anak buah kapal (ABK) berhasil diringkus karena ketahuan menangkap ikan jenis tuna dan cakalang.

Perekrutan ilegal ini mengakibatkan banyak kerugian. Selain tidak mendapatkan jaminan kesehatan, upah yang diterima ABK ilegal ini juga berbeda dengan ABK formal. Mereka kerap bekerja tidak sesuai dengan upah yang dibayarkan.

Akibatnya, para ABK ini mengalami tekanan stress yang tinggi. Ada yang kabur dari kapal atau pelabuhan karena upah yang dibayarkan kecil. Hingga muncul kasus pembunuhan kapten kapal yang dibunuh ABK dari Indonesia.

"Malah di sini sempat terjadi pembunuhan kapten kapal karena tingkat stresnya tinggi sekali," kata Rina.

Untuk itu , jika pemerintah serius menangani masalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang ada di negara penempatan, harus dilakukan secara menyeluruh. Sebab selama ini yang banyak bergerak menangani masalah ini justru LSM dari negara Taiwan, bukan pemerintah Indonesia.

"Kalau memang pemerintah serius, kami minta teman-teman (ABK) di Taiwan juga diperhatikan," kata Rina mengakhiri.

Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya