Pengamat: Abaikan Tuntutan, Hakim Tetap Bisa Vonis Tinggi Penyerang Novel Baswedan

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai tuntutan 1 tahun jaksa penuntut umum kepada penyerang Novel Baswedan telah mencederai rasa keadilan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Jun 2020, 13:05 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 13:05 WIB
Sidang Perdana Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Majelis Hakim Djuyamto memimpin sidang perdana kasus penyiraman Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (19/3/2020). Dua terdakwa, yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai tuntutan 1 tahun jaksa penuntut umum kepada penyerang Novel Baswedan telah mencederai rasa keadilan. Tidak hanya bagi Novel dan keluarga, tetapi bagi masyarakat Indonesia.

"Tuntutan tersebut tidak mencerminkan prinsip negara hukum yang baik dan peradilan yang tidak memihak," ujar peneliti PSHK Giri Ahmad Taufik dalam keterangannya, Jumat (12/6/2020).

Menurut dia, tuntutan 1 tahun penjara terhadap Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis tidak berdasarkan pada hukum dan fakta yang terungkap. Menurut dia, perbuatan pelaku tidaklah bersifat pribadi, namun institusional.

"Tidak hanya bagi KPK tapi juga keseluruhan aparat penegak hukum di Indonesia," kata Giri soal kasus Novel Baswedan.

Maka dari itu, PSHK menilai tuntutan rendah telah memberikan preseden yang kontraproduktif terhadap perlindungan aparat penegak hukum Indonesia, yang berpotensi melahirkan kekerasan-kekerasan lainnya bagi aparat penegak hukum, utamanya pegawai KPK.

Dia mengatakan, majelis hakim diberi kebebasan untuk menilai fakta dan hukum yang disajikan dari persidangan berdasarkan dakwaan yang diberikan. Hal tersebut tertuang dalam Putusan MA Nomor 510 K/Pid.Sus/20014, Nomor 1616 K/Pid.Sus/2013, Nomor 68 K/Kr/1973, dan Nomor 47 K/Kr/1956.

Jaksa dalam perkara Novel Baswedan, lanjut dia, telah mendakwa pelaku dengan dakwaan berlapis dan menempatkan Pasal 355 ayat (1) pada dakwaan pertama. Pasal ini memberikan ancaman hukuman 12 tahun penjara bagi pelaku kejahatan.

"PSHK pun mendesak agar hakim mempertimbangkan fakta dan hukum secara cermat, dengan mengabaikan tuntutan jaksa, dan menghukum pelaku dengan Pasal 355 ayat (1) dengan ancaman pidana 12 tahun penjara yang tercantum dalam dakwaan pertama jaksa penuntut umum," kata Giri.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Keliru

Selain itu, PSHK meminta kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin segera mengevaluasi penuntut umum terkait dengan materi tuntutan yang terindikasi keliru secara konsep hukum pidana.

"Mendesak kepada presiden untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan dan Kepolisian yang terkait dengan praktik pemberian tuntutan minimal yang berpotensi melemahkan perlindungan terhadap aparat penegak hukum dan upaya penegakan hukum secara umum, terutama terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan para pejabat di institusi pemerintah," kata Giri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya