Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum menolak eksepsi atau nota keberatan para terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa pun berharap Majelis Hakim Pegadilan Tipikor ikut menolak eksepsi yang diajukan para terdakwa.
"Memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa, dan mengadili perkara ini untuk memutuskan menolak keseluruhan keberatan yang diajukan oleh tim penasehat hukum terdakwa," ujar jaksa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (17/6/2020).
Jaksa menilai eksepsi yang diajukan para terdakwa kasus PT Asuransi Jiwasraya sudah masuk dalam materi pokok perkara. Maka dari itu, menurut jaksa, untuk membuktikannya harus dilanjutkan ke tahapan berikutnya, atau sidang tetap dilanjutkan.
Advertisement
"Kami secara tegas menyatakan keberatan tim penasehat hukum terdakwa tersebut, karena sudah masuk dalam lingkup materi pokok perkara yang kebenarannya akan dibuktikan lebih lanjut dalam pemeriksaan di persidangan," kata jaksa.
Jaksa juga membantah keberatan para terdakwa yang menilai perbuatan mereka merupakan pelanggaran pasar modal dan bukan tindak pidana korupsi. Menurut jaksa, pasar modal hanya menjadi modus para terdakwa dalam korupsi yang mereka lakukan.
"Pasal modal hanya instrumen modus operandi dari perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa Joko Hartono Tirto bersama-sama dengan Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat yang bekerja sama dengan pihak-pihak PT Asuransi Jiwasraya Persero yakni Hendrisman Rahim, Hari Prasetyo, dan Syahmirwan," kata jaksa.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rugikan Uang Negara
Jaksa mendakwa enam orang terdakwa, yakni Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (Tram) Heru Hidayat, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Jaksa menyebut keenamnya telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,8 triliun. Kerugian itu muncul dari salah kelola dana investasi nasabah Jiwasraya. Jaksa menyebut tiga petinggi Jiwasraya memperoleh duit, saham, mobil dan paket wisata terkait perjanjian kerja sama dengan para pengusaha dan manajer investasi.
Advertisement