Liputan6.com, Jakarta - Para aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) akan menyerahkan pendapat hukum terkait kasus kematian Munir Said Thalib ke Komnas HAM.
Salah satu yang tergabung dalam KASUM, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana mengatakan, pendapat hukum sudah disusun sedemikian rupa untuk segera diserahkan ke Komnas HAM.
"Legal opini atau pendapat hukum yang telah disusun akan kita serahkan kepada komnas HAM. Komnas HAM yang diberikan mandat menjadi penyelidik yang nantinya diserahkan kepada Kejagung untuk dilakukan penyidikan," ujar Arif dalam webinar, Senin (7/9/2020).
Advertisement
Pihaknya berharap kepada Komnas HAM untuk benar-benar memperhatikan pendapat hukum yang diserahkan. Arif juga mendorong Komnas HAM agar kasus Munir bisa digolongkan ke dalam pelanggaran HAM berat.
Menurut Arif, jika kasus Munir tak dikategorikan sebagai pelangaran HAM berat, maka dalam jangka dua tahun, atau 7 September 2022, ada kemungkinan kasus tersebut akan ditutup.
"Yang jadi persoalan adalah 2 tahun lagi atau di 2022 atau setelah 18 tahun kematian Cak Munir kasus ini bisa jadi akan ditutup, kenapa? Karena ada ketentuan daluarsa. Untuk kasus Cak Munir bisa jadi akan ditutup kasusnya dan para pelaku yang menjadi otak bisa mendapatkan kebebasan sedemikian mudah. Ini yang akan kami jadikan pendapat hukum yang akan kami serahkan kepada Komnas HAM," kata dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Preseden Buruk
Arif menuturkan, jika dalam 2 tahun ke depan tak ada progres berarti dalam penanganan kasus Munir, ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan kasus pelanggaran hukum dan HAM.
"Bahkan akan menjadi sejarah buruk bagi Indonesia bahwa pelanggaran HAM yang seserius ini, yang menjadi perhatian Internasional ternyata tidak dituntaskan. Kalau Kepolisian dan kejaksaan serius sebenarnya kasus ini bisa dituntaskan," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menegaskan, kasus Munir sejatinya bisa ditegakkan dengan menggunakan hukum Internasional, bukan hanya hukum pidana.
"Ketentuan daluarsa tidak akan bisa dilakukan jika menggunakan hukum pidana Internasional, atau bisa dibilang kalau kasus ini digolongkan extra ordinary crime," kata Usman.
Advertisement