Liputan6.com, Jakarta - Pollycarpus Budihari Prijanto adalah pilot pesawat Garuda Indonesia yang ternyata adalah anggota Badan Intelijen Nasional. Awal September 2004 dia menahkodai pesawat Garuda GA-974 dari Jakarta-Amsterdam yang ditumpangi seorang aktivis HAM bernama Munir.
Kala itu, Munir berniat melanjutkan sekolah ke Belanda. Selasa 7 September 2004 pagi, pesawat yang dikendarai Pollycarpus sedang mengudara di atas Rumania, saat Munir ditemukan tak bernyawa.Â
Ayah dua anak itu dinyatakan tewas akibat arsenik yang meracuni tubuhnya. Pollycarpus dituding menaruh arsenik di minuman Munir.
Advertisement
Sejumlah orang diputus bersalah, termasuk Pollycarpus. Sidang demi sidang berlangsung penuh drama, namun tak bisa menguak asal-usul pasti arsenik yang ditemukan di jasad aktivis HAM itu -- apakah dari jus jeruk, kopi, atau ditaburkan di mi goreng yang disantapnya?Â
Pollycarpus kemudian divonis 14 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di tingkat banding, Hakim menguatkan putusan tersebut. Kemudian Polly mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan ia divonis 2 tahun penjara.
Kejaksaan lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Pollycarpus akhirnya divonis bersalah dengan hukuman lebih berat menjadi 20 tahun. Tak terima dengan putusan itu, Pollycarpus pun mengajukan PK. Dalam amar putusan PK, Oktober 2013, MA menghukum Pollycarpus dengan 14 tahun penjara.
Munir sendiri banyak memperjuangkan kasus-kasus HAM sejak awal 1990-an. Namun, namanya menjulang tinggi saat mempersoalkan kasus penculikan aktivis mahasiswa pada awal 1998. Saat itu, pria kelahiran 8 Desember 1965 itu adalah Koordinator Kontras.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Bebas Bersyarat
Namun, Pollycarpus rupanya sudah bebas bersyarat sejak 28 November 2014 dan bebas murni pada Rabu, 29 Agustus 2018.
Status hukum bebas murni Pollycarpus ini disampaikan oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan pada Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, yang saat itu dijabat Krismono.
"Pollycarpus itu sudah menjalani pembebasan bersyarat sejak 2014. Dan sekarang, besok ini kalau enggak salah sudah selesai pemebebasan bersyaratnya itu," ujar Krismono saat dihubungi Selasa (28/8/2018).
"Sehingga dengan bebas murni dan itu kewenangan ada di Balai Pemasyarakatan (Bapas)," lanjut Krismono.
Ia menjelaskan, Pollycarpus selalu melapor ke Bapas saat status hukumnya bebas bersyarat. Pollycarpus bebas bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat (SKPB) yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM tanggal 13 November 2014.
"Dulu melapor, tapi begitu bebas murni nanti tidak lagi," jelasnya.
Advertisement
Terjun ke Dunia Politik
Usai bebas Murni, Pollycarpus digandeng Partai Berkarya untuk menjadi anggota. Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, mengatakan partainya tidak takut keberadaan Pollycarpus akan memengaruhi elektabilitasnya.
"Itu kan masa lalu. Kita tidak belakang seseorang. Apalagi negara sudah membebaskannya dan hak politiknya tidak dicabut," ujar Badaruddin kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu 7 Maret 2018.
Pada Sabtu (17/10/2020), Badaruddin pun menegaskan, Pollycarpus sudah menjadi anggota Partai Berkarya sejak 2016.
"Tapi anggota biasa. Beliau pun aktif sebagai anggota Partai Berkarya," ujarnya kepada Liputan6.com.
Meninggal karena Covid-19
Kabar duka terdengar dari Pollycarpus Budihari Prijanto. Pollycarpus meninggal dunia pada Sabtu (17/10/2020). Dia meninggal diduga karena terpapar Covid-19.
"Iya benar Pak Pollycarpus meninggal dunia. Saya dapat kabar baru jam 17.00 WIB dari teman dokter," ujar Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, sebelum meninggal, Pollycarpus memang dirawat di Rumah Sakit Pertamina di Simprug, Jakarta Selatan yang dikhususkan untuk pasien Covid-19.
"Tapi saya belum tahu kepastiannya karena Covid-19 atau tidak hasil tesnya. Yang jelas memang bergejala Covid-19 dan dirawat di RS Pertamina Simprug yang dikhususkan untuk Covid-19," kata Badaruddin soal Pollycarpus.
Advertisement