Selain Gratifikasi, Nurhadi dan Menantunya Didakwa Terima Suap Rp 45,7 M

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi didakwa menerima suap Rp 45,7 miliar atas penanganan perkara PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT). Berikut penjelasan jaksa.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 22 Okt 2020, 14:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 14:00 WIB
Pemeriksaan Lanjutan Nurhadi di KPK
Tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7/2020). Nurhadi kembali menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka terkait kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA senilai Rp46 miliar. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi didakwa menerima suap Rp 45,7 miliar atas penanganan perkara PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT). Uang suap diberikan oleh Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto.

"Menerima hadiah atau janji yaitu uang sejumlah Rp 45.726.955.000 dari Hiendra Soenjoto," ucap jaksa Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor, Kamis (22/10/2020).

Nurhadi didakwa menerima suap bersama dengan menantunya seorang wiraswasta, Rezky Herbiono. Penerimaan suap dilakukan keduanya dalam rentang 2014-2016.

Disebutkan, uang panas itu berawal saat PT MIT memiliki sengketa hukum dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), terkait perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN.

Dua depo container yang dimiliki PT KBN berada di Marunda,Cilincing, Jakarta Utara. Luas dua depo yakni 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.

PT MIT menggugat PT KBN di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, karena menganggap ada pemutusan sepihak perjanjian sewa oleh PT KBN.

Majelis hakim yang mengadili perkara tersebut, mengabulkan gugatan PT MIT dan menghukum PT KBN untuk membayar ganti rugi material yang diderita PT MIT sebesar Rp 81,778 miliar.

PT KBN tak terima, dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Namun, hasil pahit kembali diterima PT KBN yang menguatkan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Langkah hukum kembali ditempuh PT KBN dengan cara kasasi.

Pada tahap kasasi, PT KBN menang. Mahkamah Agung menyatakan dalam pokoknya, pemutusan perjanjian sewa menyewa depo container antara PT MIT dan PT KBN sah. PT MIT diminta untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 6,8 miliar.

Hendra kemudian meminta bantuan Rezky untuk menjembatani pihaknya dengan Nurhadi agar bisa membantu perkara yang membelit PT MIT.

Selain itu, jaksa mengungkap, uang suap yang diterima Nurhadi dan sang menantu untuk memenangkan gugatan Hiendra selaku Direktur Utama PT MIT terhadap Azhar Umar dari pihak PT KBN.

Azhar menggugat Hiendra atas perbuatan melanggar hukum di antaranya terkait akta nomor 116 tanggal 25 Juni 2014 tentang Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT MIT.

Gugatan dilayangkan Azhar ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga tingkat kasasi. Hiendra melobi Nurhadi dan Rezky melalui kakaknya, Hengky Soenjoto.

Atas tindakan tersebut, Nurhadi dan Rezky didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Juga Didakwa Terima Gratifikasi

Sebelumnya, Jaksa KPK mendakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, menerima gratifikasi sebesar Rp 37 Miliar.

Hal ini disampaikan oleh JPU KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020).

"Total gratifikasi diterima keduanya Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan Pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali," kata Wawan.

Dia menuturkan, Nurhadi memerintahkan Rezky untuk menerima gratifikasi tersebut dari sejumlah pihak dalam rentang waktu 2014 hingga 2017.

"Adapun, uang yang diterima Nurhadi berasal dari sejumlah pihak berperkara di antaranya, Handoko Sutjitro, Renny Susetyo Wardhani, Donny Gunawan, Fredy Setiawan, Riadi Waluyo, Calvin Pratama, Soepriyo Waskito Adi, Yoga Dwi Hartiar, dan H Rahmat Santoso. Total sebanyak hal tersebut," jelas Wawan.

Dia menegaskan, Nurhadi selaku penyelenggara negara tidak pernah melaporkannya kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari. Padahal sesuai undang-undang, penerimaan tanpa alas hak yang sah menurut hukum harus dilaporkan sebagai gratifikasi.

"Penerimaan uang oleh Nurhadi melalui Rezky haruslah dianggap suap. Sebab, berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya sebagai Sekretaris di MA," jelas Wawan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya