ICW Laporkan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK Terkait OTT UNJ

ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli dan Karyoto terkait OTT pejabat UNJ di Kemendikbud.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 26 Okt 2020, 14:52 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2020, 14:52 WIB
KPK Beberkan Pengembangan Kasus Proyek Jalan di Bengkalis
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) menyampaikan keterangan terkait pengembangan kasus proyek jalan Bengkalis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Ada enam proyek jalan dengan nilai proyek sebesar Rp 2,5 triliun dan total kerugian negara sebesar Rp 475 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri dan Deputi Penindakan KPK Karyoto ke Dewan Pengawas KPK. Pelaporan berkaitan dengan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.

"Latar belakang pelaporan berkaitan dengan kasus OTT UNJ beberapa waktu lalu," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (26/10/2020).

Kurnia melaporkan Firli dan Karyoto atas dasar petikan putusan pelanggaran etik terhadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Aprizal beberapa waktu lalu. Aprizal dijatuhi sanksi etik ringan oleh Dewas KPK berkaitan dengan OTT UNJ.

"Berdasarkan petikan putusan APZ (Aprizal), diduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya (Firli dan Karyoto). ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi," kata dia.

Pertama, menurut ICW, Firli bersikukuh mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Padahal, menurut ICW, Aprizal sudah menjelaskan bahwa setelah tim pengaduan masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara.

"Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut," kata dia.

Kedua, menurut ICW, Firli menyebutkan dalam pendampingan yang dilakukan tim Dumas KPK terhadap Itjen Kemendikbud telah ditemukan tindak pidananya. Padahal Firli diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya.

"Sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK," kata Kurnia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Tak Ada Gelar Perkara

Ketiga, tindakan Firli dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK.

"Padahal, dalam aturan internal KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para pimpinan KPK," kata dia.

Keempat, tindakan Firli Bahuri mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbud diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya.

"Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial," kata dia.

Maka dari itu, berdasarkan hal di atas ICW menduga tindakan keduanya telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.

"ICW pun mendesak agar Dewan Pengawas menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan Karyoto," kata Kurnia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya