Pidato Lengkap Megawati Soal Milenial, PKI, dan Demo Anarkistis

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya terkait isu kekinian.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 28 Okt 2020, 19:37 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2020, 19:37 WIB
Megawati
Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum terpilih menyampaikan pidato penutup dalam Kongres V PDIP di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Sabtu (10/8/2019). Dalam pidatonya, Megawati mengimbau seluruh kader memiliki karsa atau kekuatan jiwa yang dinamakan Tri Karsa PDIP. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya terkait isu kekinian. Hal itu disampaikannya bersamaan dengan momentum Sumpah Pemuda ke-92.

Mengawali pidatonya, Megawati berbicara soal pentingnya membangun bangsa dan negara agar Indonesia bisa bertahan sepanjang masa, untuk anak dan cucu. Menurut dia, pengalaman negara lain yang lebih maju seperti Amerika Serikat dan China harus dipelajari oleh masyarakat Indonesia.

"Suatu masa kalian (kita) juga habis, pensiun. Pasti akan ada turunan, anak keturunan kita. Masa negara yang sudah merdeka 75 tahun ini tidak bisa bersaing dengan negara-negara lain?" kritik Megawati saat peresmian sejumlah kantor partai di daerah lewat virtual, Rabu (28/10/2020).

Megawati meminta, agar masyarakat Indonesia jangan jadi kurang pergaulan, dan terus membuka diri ke dunia. Dia pun menyampaikan kepada presiden, bahwa jangan memanjakan para generasi milenial.

"Saya mau tanya hari ini apa sumbangsihnya generasi milenial yang sudah tahu teknologi seperti kita bisa viral," kata Megawati.

Namun ironisnya, dijelaskan Megawati, saat ini Indonesia justru masih berkutat dengan isu-isu tak benar yang sengaja diviralkan. Dia mencontohkan tuduhan bahwa dirinya, PDIP, hingga Presiden Joko Widodo adalah PKI atau Partai Komunis Indonesia.

Namun ditegaskan Megawati, bahwa hal itu adalah tidak benar. Dia menjelaskan, mulai dari ayahnya Bung Karno adalah pendiri Republik Indonesia, ibundanya, Fatmawati, pahlawan nasional, dan dirinya sendiri sebagai tiga periode menjadi anggota DPR, juga presiden dan wakil presiden, maka tidak mungkin bisa mencapai itu semua bila dirinya adalah anggota PKI.

"Maksud saya tidak untuk sama sekali untuk menyombongkan diri. Tapi ini fakta pengalaman hidup, ngapain orang zaman gini masih ngomongin PKI? PKI buktikan dong. Ada aturannya jangan hanya untuk membohongi rakyat," ujar dia.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Soal PKI

Megawati mengaku kesal dengan keviralan yang seolah dibuat-buat. Dia menegaskan siap melawan bila memang perkataannya viral.

"Saya nanya acara ini bisa viral apa tidak? Viral oke. Saya yang ngomong ini, nanti kalian lihat kalau saya dibully, lawan. Masa presiden kelima RI dibilang PKI? Terus Pak Jokowi, pilihan rakyat langsung lho. Kecuali presiden tidak langsung, ada kemungkinan. Ini rakyat langsung lho, dua kali, kita pengusungnya, mau lagi dibilang katanya turunan bapak ibunya tak jelas," beber Megawati.

Fenomena lainnya, lanjut Megawati, adalah demonstrasi yang belakangan sangat marak. Menurut Megawati, aturan hukum membolehkan demonstrasi. Pasca reformasi 1998 setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia masuk ke dalam alam demokrasi.

Namun ditegaskannya, demonstrasi bukan berarti boleh melakukan aksi perusakan fasilitas publik.

"Masya Allah, susah-susah bikin halte-halte Transjakarta, enak aja dibakar, emangnya duit lo? Ditangkap tak mau, gimana ya. Aku sih pikir lucu banget nih Republik Indonesia sekarang," heran Megawati.

Megawati lalu bertanya kepada Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPP PDIP yang juga mantan gubernur Jakarta, yang ada di sebelahnya. Dia bertanya berapa ongkos membangun sebuah halte. Djarot pin menjawab biayanya sekitar Rp 3 miliar.

"Kalau ibu-ibu, patokannya harga emas gitu. Mana mungkin lagi sekarang kalau mau dibenerin itu Rp 3 Miliar cukup? Coba bayangkan. Itu rakyat siapa ya? Itu yang namanya anak-anak muda, saya ngomong gini itu dalam Sumpah Pemuda loh," kata Megawati.

Megawati pun mengajak masyrakat membayangkan bagaimana jaman dulu pemuda bisa bersatu. Dia pun menantang apakah hal itu daat dilakukan di zaman sekarang.

"Ayo kalau kalian hari ini bisa bikin sumpah kayak begitu. Saya suka terkagum-kagum kok. Waduh pikirannya jaman dulu loh, sampai boleh bersatu bikin sumpah. Eh jaman penjajahan, mereka ditangkep lah. Nah sekarang ini sudah merdeka, dirusak sendiri. Gimana ya?," ujar Megawati.

Terakhir, Megawati pun menyinggung tentang fenomena banyaknya orang yang mau jadi presiden. Menurut dia hal itu boleh saja, namun Megawati mengingatkan bahwa ada yang namanya proses kesabaran karena hidup di sebuah negara yang namanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Sabar saja lah, ntar juga datang 2024, kita tanding lagi. Coba bayangkan sampai saya mikir mau jadi apa ini orang Indonesia, sudah lupa yang namanya sejarah," pungkas Megawati.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya