Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum penggugat KPU, DPR, dan pemerintah menilai, gelaran pesta demokrasi di tengah pandemi Covid-19 adalah melawan hukum. Oleh karena itu, hakim harus menjatuhkan hukuman dikarenakan mereka telah abai terhadap desakan ahli kesehatan untuk menunda pilkada di tengah pandemi.
"Mereka (penggugat) meminta hakim PTUN untuk menghukum pemerintah, DPR, dan KPU dengan menyatakan bahwa mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum," ujar kuasa hukum pihak penggugat Haris Azhar dalam siaran persnya, Kamis (19/11/2020).
Baca Juga
Haris menjelaskan, para penggugat terdiri dari Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, aktivis HAM Ati Nurbaiti, Direktur Yayasan Jurnal Perempuan Atnike Nova Sigiro, pegiat hak atas kesehatan Irma Hidayana, dan aktivis Elisa Sutanudjaja.
Advertisement
"Penggugat menganggap pemerintah, DPR, dan KPU sengaja menempatkan dan membuat kesehatan dan keselamatan publik terancam. Mereka telah lalai mempertimbangkan secara hati-hati dan memadai dalam mengambil keputusan publik yakni melanjutkan proses pilkada di saat kondisi darurat pandemi Covid-19 masih belum terlewati dan atau belum terkendali," tegas Haris.
Haris menambahkan, dalam gugatan dilayangkan, penggugat meminta agar hakim PTUN memerintahkan para tergugat menghentikan dan menunda proses Pilkada Serentak 2020.
"Penggugat minta dihentikan hingga situasi pandemi Covid-19 tertanggulangi dengan baik dan kondisi darurat telah terlewati sebagaimana standar WHO," tandas Haris.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dinilai melanggar sejumlah pasal
Para tergugat dinilai telah melanggar Pasal 10 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal ini mengatur bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam upaya penanggulangan wabah.
Pasal 4 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yang menyebutkan bahwa perlindungan kesehatan masyarakat oleh pemerintah dilakukan salah satunya melalui kekarantinaan kesehatan.
Pasal 201A ayat (3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pasal 201A ayat (3) mengatur bahwa pilkada serentak dapat ditunda kembali untuk kedua kalinya apabila situasi belum memungkinkan.
Advertisement
KPU Penuhi Panggilan PTUN Terkait Gugatan
Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari memastikan pihaknya hadir memenuhi panggilan PTUN Jakarta. Kedatangan KPU untuk menghadap hakim terkait gugatan penyelenggaraan Pilkada 2020 di tengah pandemi.
"Hadirnya KPU untuk menjelaskan tindakan terkait kelanjutan tahapan pilkada serentak 2020 di tengah situasi penyebaran wabah Covid-19 kepada hakim," kata Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/11/2020).
Hasyim menjelaskan, surat panggilan terhadap KPU sebagai penggugat tertuang dalam No. W2.TUN1-2486/HK.06/XI/2020 tertanggal 10 November 2020. Sedangkan untuk perkaranya sendiri, tercatat dengan nomor 203/G/TF/2020/PTUN.JKT.
"Jadi, jadwalnya Kamis 19 November 2020, jam 10.00 WIB bertempat di PTUN Jakarta," jelas Hasyim.
Dia menerangkan, pihak tergugat dalam penyelenggaraan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19 adalah KPU, DPR RI cq Komisi II DPR, dan Presiden RI cq Mendagri. Kemudian turut tergugat adalah Bawaslu RI dan DKPP RI.
Jokowi: Pilkada 2020 Tidak Bisa Menunggu Pandemi Covid-19 Berakhir
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan, pemilihan kepala daerah (pilkada) harus tetap dilakukan meski di tengah pandemi Covid-19 karena virus Corona. Menurut dia, pelaksanaan Pilkada 2020 tidak bisa ditunda lagi sebab tak ada yang mengetahui kapan pandemi selesai.
"Situasi tidak bisa dibiarkan, penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan. Tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir karena memang kita tidak tahu, negara mana pun tidak tahu kapan pandemi Covid-19 ini berakhir," jelas Jokowi saat memimpin rapat terbatas yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (8/9/2020).
Untuk itu, Pilkada 2020 digelar dengan normal dan cara baru dengan mengutamakan kesehatan masyarakat. Jokowi pun mengingatkan semua pihak untuk mematuhi protokol kesehatan selama tahapan Pilkada.
Dia meminta penyelenggara pemilu serta aparat penegak hukum mengawasi protokol kesehatan di semua tahapan Pilkada. Pasalnya, Jokowi melihat masih banyak bakal pasangan calon Pilkada menggelar konser dan deklarasi yang menimbulkan kerumunan massa.
"Saya minta ke semua pihak, kepada penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, aparat pemerintah, penegak hukum, TNI-Polri, seluruh masyarakat, tokoh organisasi untuk aktif bersama-sama mendisiplinkan masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan," kata Jokowi.
Â
Advertisement