MUI Tuntaskan Pelaksanaan Audit Lapangan Vaksin Sinovac

Nantinya Komisi Fatwa MUI akan melaksanakan Sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syar'i vaksin Covid-19 dari Sinovac setelah menerima laporan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 05 Jan 2021, 20:21 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2021, 20:18 WIB
Vaksin COVID-19 tiba di Indonesia
Pekerja memindahkan kontainer berisi vaksin COVID-19 saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (31/12/2020). Setelah mendarat di Indonesia, 1,8 juta dosis vaksin Covid-19 produksi Sinovac akan langsung dikirim ke PT Bio Farma (Persero) di Bandung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa dan Urusan Halal Asrorun Niam Sholeh, menyatakan Tim Auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan Vaksin Sinovac pada hari ini, Selasa (5/1/2021). Audit dilakukan mulai dari perusahaan Sinovac masih berada di Beijing hingga tiba di PT Bio Farma Bandung, Jawa Barat.

"Pelaksanaan audit lapangan dilanjutkan dengan diskusi pendalaman dengan direksi dan tim, berakhir hari ini pukul 15.45 WIB," tulis Asrorun dalam siaran persnya, Selasa (5/1/2021).

Dia menjelaskan, dokumen yang dibutuhkan oleh tim auditor guna menuntaskan kajian vaksin Covid-19, sudah diterima hari ini oleh MUI dari Sinovac, melalui surat elektronik pada pukul 14.30 WIB.

"Dalam kesempatan pertama, tim auditor akan merampungkan kajiannya dan akan dilaporkan ke dalam Sidang Komisi Fatwa," jelas dia.

Asrorun menambahkan, nantinya Komisi Fatwa akan melaksanakan Sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syar'i setelah menerima laporan. Karenanya, pembaruan laporan akan kembali dilaporkan dalam beberapa waktu selanjutnya oleh tim auditor.

"Komisi Fatwa akan melaksanakan Sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syar'i, dengan penjelasan dan pendalaman dengan tim auditor," tandas Ketua MUI Bidang Fatwa dan Urusan Halal ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

MUI: Vaksin Covid-19 yang Didatangkan ke Indonesia Tidak Mengandung Babi

Vaksin COVID-19 tiba di Indonesia
Sebuah truk mengangkut kontainer-kontainer berisi vaksin COVID-19 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (31/12/2020). Setelah mendarat di Indonesia, 1,8 juta dosis vaksin Covid-19 produksi Sinovac akan langsung dikirim ke PT Bio Farma (Persero) di Bandung. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) tengah memproses sertifikasi halal pada vaksin Covid-19 yang telah didatangkan ke Indonesia. Sejauh ini, LPPOM MUI belum menemukan kandungan babi pada vaksin tersebut.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Muti Arintawati menegaskan, bahwa pihaknya tidak akan memberikan sertifikasi halal untuk vaksin yang mengandung babi, meskipun dalam proses pembuatan vaksin tersebut sudah dinetralisasi atau dibersihkan.

Untungnya, kata Muti, vaksin Covid-19 yang sudah didistribusikan di Indonesia sejauh ini tidak mengandung babi. 

“Sertifikasi halal masih dalam proses, tapi sejauh ini kami belum menemukan adanya kandungan babi. Mudah-mudahan hasilnya akan baik. Memang dalam proses memisahkan inang, butuh enzim tripsin. Untungnya tripsin yang digunakan bukan berasal dari babi,” kata Muti dalam Diskusi Kehalalan dan keamanan Vaksin Covid-19, Selasa (5/1/2020).

Muti mengatakan, pihaknya pernah menemukan vaksin yang mengandung babi dan MUI pun tidak mengeluarkan sertifikasi halal kepada vaksin tersebut. Namun, Muti tidak menjelaskan secara rinci, vaksin apa yang ia maksud.

"Yang tidak diperbolehkan jika ada penggunaan babi. Apapun prosesnya kalau mengandung babi, tidak bisa jadi produk yang disertifikasi. Ada kasus vaksin sebelumnya yang tidak bisa disertifikasi itu karena tripsinnya dari babi, dan Alhamdulillah vaksin Sinovac bukan dari babi," kata Muti.

Sehingga, kata Muti, MUI masih memperbolehkan penggunaan bahan yang tergolong najis seperti darah ataupun enzim tripsin yang berasal dari bahan najis. Namun tentunya bahan-bahan tersebut wajib disucikan dengan proses netralisasi atau purifikasi.

Selain itu, dalam proses akhir pembuatan vaksin, bahan-bahan najis tersebut harus dipisahkan. Tidak boleh terbawa dalam produk akhir vaksin.

"MUI pernah mengeluarkan fatwa tentang produk microbial. Prinsipnya, selama media itu dipisahkan dari produk akhirnya dan selama ada proses pensucian, maka diperbolehkan. Misalnya ada serum darah atau tripsin yang berasal dari bahan najis," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya