Amnesty International: Mereka yang Dikriminalisasi dengan UU ITE Harus Dibebaskan

Amnesty International Indonesia menyambut baik pernyataan Presiden Jokowi yang akan meminta DPR merevisi UU ITE jika aturan itu tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Feb 2021, 23:16 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2021, 23:16 WIB
Hari HAM Sedunia, Aktivis Beri Bingkisan Aspirasi untuk Pemerintah
Aktivis yang tergabung dalam Amnesty Internasional Indonesia menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/12/2019). Aksi tersebut digelar untuk memperingati Hari HAM Sedunia 2019. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Amnesty Internasional Indonesia menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan meminta DPR merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jika aturan itu tidak memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Lembaga ini pun meminta agar orang-orang yang telah dikriminalisasi menggunakan undang-undang itu, segera dibebaskan.

"Penyataan Pak Presiden tidak boleh menjadi sekadar jargon. Langkah pertama yang harus dilakukan Presiden untuk menindaklanjuti pernyataannya sendiri adalah dengan membebaskan mereka yang dikriminalisasi dengan UU ITE hanya karena mengekspresikan pandangannya secara damai," kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam keterangan tertulisnya yang diterima merdeka.com, Selasa (16/2/2021).

Amnesty International mencatat, kasus UU ITE terkait hak kebebasan berekspresi di tahun 2020 merupakan kasus yang terbanyak selama enam tahun terakhir. Setidaknya terdapat 119 kasus, dengan total 141 tersangka, di antaranya empat jurnalis dan 18 aktivis.

Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5

"Banyak di antaranya dituduh melanggar UU ITE setelah menyatakan kritik terhadap kebijakan pemerintah, seperti tiga pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, Anton Permana dan Syahganda Nainggolan yang saat ini sedang menjalani persidangan," ujarnya.

Selain itu, menurutnya pemerintah juga harus menyadari bahwa perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak berhenti sampai di revisi UU ITE. Usman Hamid berharap pemerintah bisa menjamin keadilan di tengah masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak diskriminatif.

"Yang tak kalah penting, ada pasal dalam undang-undang lain yang juga sering digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi, misalnya pasal makar dalam KUHP untuk menjerat saudara kita di Papua yang mengekspresikan pandangan mereka secara damai," ujarnya.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Hak Bebas Berekspresi

Usman pun kembali menegaskan bahwa hak seluruh masyarakat atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Komentar Umum No 34 atas Pasal 19 ICCPR. Dalam hukum nasional, hak tersebut telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, tepatnya pada Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945, serta Pasal 23 ayat (2) UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dengan begitu, kata Usman, pemerintah wajib menghormati dan melindungi hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat sekalipun orang tersebut memiliki pandangan bertentangan dengan pemerintah. Selain itu, dia juga berharap para aparat bisa mempertimbangkan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap kali menegakkan hukum.

"Di sisi lain, polisi juga harus menggunakan perspektif hak asasi manusia dalam menegakkan hukum agar tidak melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi," kata dia.

Reporter : Rifa Yusya Adilah

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya