Demokrat Pecat 7 Kader Terkait Kudeta, dari Marzuki Alie hingga Jhoni Allen Marbun

Dewan Kehormatan Partai Demokrat memecat tujuh kader yang diduga terlibat dalam gerakan kudeta Demokrat, Jumat (26/2/2021).

oleh Yopi Makdori diperbarui 26 Feb 2021, 21:13 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2021, 21:13 WIB
Momen AHY Kibarkan Panji Demokrat
Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membawa bendera Partai Demokrat usai terpilih secara aklamasi dalam Kongres V Partai Demokrat di JCC, Jakarta, Minggu (15/3/2020). AHY menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi ketum partai. (Liputan6.com/Dok Partai Demokrat)

Liputan6.com, Jakarta - y Dewan Kehormatan Partai Demokrat memecat tujuh kader yang diduga terlibat dalam gerakan kudeta Demokrat, Jumat (26/2/2021). Hal itu dikonfirmasi oleh Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra.

Menurut dia, ketujuh kader Demokrat itu adalah Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, dan Ahmad Yahya, dan Marzuki Alie.

"Sehubungan dengan desakan yang kuat dari para kader Partai Demokrat, yang disampaikan oleh para Ketua DPD dan Ketua DPC untuk memecat para pelaku Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD) secara inkonstitusional, maka DPP Partai Demokrat memutuskan untuk memberikan sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat sebagai anggota Partai Demokrat terhadap nama-nama berikut: Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib dan Ahmad Yahya," kata Herzaky dalam keterangan tulis yang dikonfirmasi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (26/2/2021).

Menurut dia, keputusan pemberhentian tetap dengan tidak hormat kepada enam anggota Partai Demokrat ini, juga sesuai dengan keputusan dan rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat. Dewan Kehormatan Partai Demokrat sendiri telah melakukan sejumlah rapat dan sidang dalam sebulan terakhir ini.

Herzaky mengatakan Dewan Kehormatan Partai Demokrat telah menetapkan bahwa keenamnya terbukti melakukan perbuatan tingkah laku buruk yang merugikan Partai Demokrat.

"Dengan cara mendiskreditkan, mengancam, menghasut, mengadu domba, melakukan bujuk rayu dengan imbalan uang dan jabatan, menyebarluaskan kabar bohong dan fitnah serta hoaks dengan menyampaikan kepada kader dan pengurus Partai Demokrat di tingkat Pusat dan Daerah, baik secara langsung (bertatap muka) maupun tidak langsung (melalui komunikasi telepon) bahwa Partai Demokrat dinilai gagal dan karenanya kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres V PD 2020 harus diturunkan melalui Kongres Luar Biasa (KLB) secara ilegal dan inkonstitusional dengan melibatkan pihak eksternal," jelas Herzaky.

Padahal, kepemimpinan dan kepengurusan serta AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres V PD 2020, telah mendapatkan pengesahan dari pemerintah melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan masuk dalam lembaran negara. Tindakan pengkhianatan terhadap partai dan Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan PD secara paksa, lanjut dia, jelas merongrong kedaulatan, kehormatan, integritas dan eksistensi Demokrat.

Ia menerangkan, keputusan itu telah melalui pertimbangan yang adil. Di mana hal itu didasarkan pada laporan kesaksian beserta sejumlah bukti yang ada.

"GPK-PD juga sangat melukai perasaan para pimpinan, pengurus dan kader Partai Demokrat, di seluruh tanah air. Keputusan dan rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat itu didasarkan atas laporan kesaksian dan bukti-bukti serta data dan fakta yang ada, dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan. Jelas bahwa para pelaku GPK-PD itu telah melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, Pakta Integritas dan Kode Etik Partai Demokrat," tegas Herzaky.

Herzaky mengatakan, meskipun Dewan Kehormatan Partai Demokrat memutuskan demikian, Majelis Tinggi Partai Demokrat telah berupaya untuk melakukan komunikasi dengan salah satu aktor utama GPK-PD, yaitu Jhoni Allen Marbun. Namun, tuntutan Jhoni Allen dianggap tidak masuk akal.

"Bukan konsolidasi internal, melainkan memasukkan aktor eksternal melalui KLB inkonstitusional, dan menjual Partai Demokrat kepada aktor eksternal itu, sebagai kendaraan dalam pen-Capres-annya di Pemilu 2024. Padahal, dari berbagai indikator, tokoh eksternal yang dimaksud tersebut, tidak bisa dikatakan sebagai seseorang yang memiliki kepantasan," ujar Herzaky.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Soal Sanksi Marzuki Alie

Sanksi pemberhentian tetap dengan tidak hormat sebagai anggota Partai Demokrat juga dialamatkan kepada Marzuki Alie. Bekas Ketua DPR RI itu disebut terbukti melakukan pelanggaran etika Partai Demokrat.

"Sebagaimana rekomendasi Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat. Marzuki Alie terbukti bersalah melakukan tingkah laku buruk dengan tindakan dan ucapannya yakni menyatakan secara terbuka di media massa dengan maksud agar diketahui publik secara luas tentang kebencian dan permusuhan kepada Partai Demokrat, terkait organisasi, kepemimpinan dan kepengurusan yang sah," beber Herzaky.

Herzaky menjelaskan tindakan itu dianggap telah mengganggu kehormatan dan integritas, serta kewibawaan Partai Demokrat. Berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat, menurut dia, secara jelas Marzuki Alie telah melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat, Pakta Integritas dan Kode Etik Partai Demokrat.

"Tindakan Marzuki Alie sangat melukai perasaan para pimpinan, pengurus dan kader Partai Demokrat, di seluruh tanah air. Hal ini dibuktikan dengan adanya desakan yang sangat kuat dari para pimpinan dan pengurus serta para kader di tingkat DPP, DPD, DPC dan organisasi sayap, termasuk para senior partai, untuk memecat Marzuki Alie. Mereka sangat marah atas perilaku Marzuki Alie, juga merasa sangat terganggu dengan pernyataan-pernyataan terbuka di media massa dari Marzuki Alie, yang menghambat kerja-kerja politik mereka untuk memperjuangkan harapan rakyat," papar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya