Liputan6.com, Jakarta - Pihak Yayasan Harapan Kita (YHK) angkat bicara terkait pengambilalihan pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) oleh pemerintah. Termasuk menjelaskan berbagai kabar kerugian negara atas pengurusan objek wisata tersebut di masa lalu.
Sekretaris YHK Tria Sasangka Putra merunut mulai dari awal pembangunan TMII yang digagas oleh istri Presiden Soeharto, Raden Ayu Siti Hartinah atau Tien Soeharto sejak 30 Juni 1972 dan diresmikan 20 April 1975.
"Terkait dengan izin pembangunan dan izin usaha TMII ini berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta pada 1974 lalu," tutur Tria saat konferensi pers secara virtual, Minggu (11/4/2021).
Advertisement
Menurut Tria, TMII kemudian diserahkan kepada negara berdasarkan pemahaman utuh atas pentingnya penerimaan keragaman seni dan budaya di Indonesia. Juga dalam rangka membangun rumah kebangsaan nasional untuk dapat dimanfaatkan bagi rakyat, bangsa, dan negara, sebagai bentuk kontribusi Yayasan Harapan Kit atas wahana pelestarian seni dan budaya Indonesia.
"Hingga saat ini Bapak Soeharto dan penggagas Ibu Negara Tien Soeharto tidak memiliki niat swakelola TMII secara mandiri. Hal ini dapat dilihat bahwa pada rentang selama tiga tahun sejak pembangunan sampai peresmiannya, TMII langsung dipersembahkan dan diserahkan Yayasan Harapan Kita kepada negara," jelas dia.
Pembangunan TMII yang dilaksanakan YHK, lanjut Tria, sesuai dengan rekomendasi yang memang diberikan dalam empat pilihan oleh DPR. Adapun keputusan yang diambil adalah YHK membiayai sendiri pembangunan proyek TMII dalamn rangka pengisian master plan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia.
"Pertimbangan Yayasan Harapan Kita dalam memilih alternatif keempat adalah bertumpu pada skala prioritas agar tidak mengganggu dan mengurangi prioritas pembangunan pada saat itu dan hasil dari public hiring yang telah dilaksanakan DPR pada masa itu," kata Tria.
Lebih lanjut, pendanaan dan pengelolaan TMII dikucurkan langsung oleh YHK tanpa bantuan anggaran dari pemerintah. Audit dalam bidang keuangan juga dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan (BPK) terhadap TMII.
"Dalam pelaksanaan pengelolaan TMII, selama ini Yayasan Harapan Kita sebagai penerima tugas negara tidak pernah mengajukan atau meminta kebutuhan anggaran dari pengelolan TMII kepada negara atau pemerintah. Kebutuhan anggaran yang tidak dapat tercukupi untuk pengelolaan pemeliharaan dan pelestarian TMII ditanggung oleh Yayasan Harapan Kita sebagai suatu bentuk kontribusi kepada negara sesuai amanat Keppres Nomor 51 Tahun 1977," bebernya.
Tria menekankan, pendanaan dan pengelolaan TMII tidak selalu berjalan mulus. Pemasukan yang diperoleh kerap kurang mencukupi kebutuhan operasional TMII.
"Yayasan Harapan Kita selalu memberikan bantuan kepada TMII, termasuk membiayai secara mandiri peningkatan pengembangan TMII sesuai amanah Keppres Nomor 51 tahun 77. Sehingga dengan demikian Yayasan Harapan Kita tidak pernah membebani dan merugikan keuangan negara," Tria menandaskan.
Â
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Moeldoko: TMII Alami Kerugian, Yayasan Harapan Kita Subsidi Rp 40-50 Miliar Per Tahun
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan bahwa Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang dikelola Yayasan Harapan Kita selama 44 tahun, kerap mengalami kerugian. Sehingga, Yayasan Harapan Kita harus mensubsidi Rp 40-50 miliar per tahun untuk menutupi kerugian yang dialami.
"Perlu saya sampaikan sampai saat ini kondisi TMII dalam pengelolaannya itu mengalami kerugian dari waktu ke waktu. Saya dapat informasi bahwa setiap tahun, Yayasan Harapan Kita menyubsidi antara Rp 40-50 miliar," kata Moeldoko kepada wartawan, Jumat (9/4/2021).
Dia mengakui hal itu menjadi salah satu pertimbangan pemerintah akhirnya mengambil alih pengelolaan TMII. Pasalnya, dengan kerugian yang dialami, maka TMII otomatis tidak memberikan kontribusi kepada keuangan negara.
"Tadi saya sampaikan ada kerugian 40-50 miliar per tahun. Itu jadi pertimbangan. Kasian Yayasan Harapan Kita nombokin terus dari waktu ke waktu," ujarnya.
Moeldoko mengatakan Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah melakukan pendampingan kepada TMII pada 2016. Hingga akhirnya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit keuangan TMII.
Hasilnya, BPK merekomendasikan agar pengelolaan TMII diambil alih oleh Kementerian Sekretariat Negara. Hal ini agar kualitas pengelolaan aset negara dapat optimal dan lebih baik sehingga bisa memberikan kontribusi terhadap keuangan negara.
"Pada 2016 Pak Mensesneg sudah lakukan pendampingan kepada TMII, apa persoalannya, bagaimana kinerjanya seperti ini. Tapi ternyata sampai dengan sekarang tidak ada perubahan kinerja yang baik. Itulah kenapa kira-kira baru sekarang (diambil alih)," jelas Moeldoko.
Advertisement