Jangan Takut, Simak Strategi Investasi di Tengah Gejolak Tarif Trump

Untuk menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian, DBS menyarankan pendekatan investasi yang lebih defensif namun tetap berorientasi jangka panjang.

oleh Tira Santia Diperbarui 09 Apr 2025, 18:45 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2025, 18:45 WIB
Hou Wey Fook
Chief Investment Officer (CIO) dari Bank DBS, Hou Wey Fook dalam konferensi pers Prospek Ekonomi Q2 bersama DBS Chief Investment Officer, Rabu (9/4/2025). (Tira/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Chief Investment Officer (CIO) dari Bank DBS, Hou Wey Fook, memberikan strategi investasi di tengah situasi global yang semakin tidak menentu, terutama setelah diumumkannya tarif baru oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Fook mengatakan, ketegangan terbaru dipicu oleh keputusan mengejutkan dari Presiden AS yang secara tiba-tiba mengumumkan tarif baru terhadap barang-barang dari China. Sebagai balasan, China merespons dengan tindakan serupa, menciptakan kekacauan di pasar keuangan global.

"Berita tarif yang mengejutkan dari pemerintahan Trump akhir pekan lalu, dan lebih dari itu, pendekatan untuk membangun ketahanan dalam portofolio klien kami menjadi sangat penting dan berdampak. Sehari setelah pengumuman tarif Trump, China merespons dengan tarif balasan, dan reaksi pasar sejak saat itu berubah menjadi kehancuran," kata Fook dalam konferensi pers Prospek Ekonomi Q2 bersama DBS Chief Investment Officer, Rabu (9/4/2025).

Ia menyebut situasi ini sebagai kondisi yang tidak hanya menciptakan gejolak jangka pendek, tetapi juga memunculkan kekhawatiran akan dampak jangka panjang terhadap pertumbuhan global.

Salah satu akibat dari ketegangan ini adalah volatilitas pasar yang meningkat drastis. Fook menyebut bahwa volatilitas seperti ini bisa memicu kepanikan di kalangan investor, khususnya investor ritel, yang seringkali membuat keputusan emosional.

Bahkan, Fook menyinggung kemungkinan munculnya kondisi seperti "The Great Depression" jika gejolak berkepanjangan dan respons kebijakan tidak memadai. Namun, ia juga menyatakan bahwa skenario ini masih jauh dan bukan probabilitas utama dalam pandangan DBS.

"Sejujurnya, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah perang dagang ini akan mereda, atau justru meningkat menjadi perang dagang global yang utuh dan berpotensi membawa dunia ke dalam resesi global, atau, dalam skenario terburuk, depresi," ujarnya.

 

Membangun Portofolio yang Tahan Banting

Ilustrasi investasi
Ilustrasi investasi. (Foto: Freepik/Funtap)... Selengkapnya

Menurut Fook, untuk menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian, DBS menyarankan pendekatan investasi yang lebih defensif namun tetap berorientasi jangka panjang.

Ia menekankan pentingnya membangun portofolio yang “resilient” atau tahan banting, yakni sebuah strategi yang tidak hanya bisa melindungi nilai investasi dalam kondisi pasar yang memburuk, tetapi juga memungkinkan investor meraih peluang ketika pasar mulai pulih.

Strategi utama yang diusung DBS adalah diversifikasi lintas aset secara global. Menurutnya, saat ini investor harus benar-benar mempertimbangkan penyebaran investasi ke berbagai kelas aset, seperti saham, obligasi, instrumen alternatif, serta emas. Setiap aset memiliki peran masing-masing dalam menyeimbangkan risiko dan imbal hasil.

"Kami telah menganjurkan agar klien mengikuti prinsip tertentu saat menyusun portofolio, pertama, dengan diversifikasi global yang tinggi dan lintas berbagai kelas aset seperti saham, obligasi, alternatif, dan emas," katanya.

Artinya, kata Fook, DBS menekankan pentingnya memilih aset-aset berkualitas tinggi, baik itu saham perusahaan dengan fundamental kuat maupun obligasi dari emiten yang memiliki peringkat kredit yang baik. Dalam kondisi seperti ini, investasi pada aset berkualitas cenderung lebih stabil dan memiliki potensi pemulihan yang lebih baik ketika pasar mulai pulih.

"Kami juga menyarankan prinsip "stay with quality" (tetap pada kualitas) dalam pemilihan sekuritas. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, portofolio dapat menghadapi volatilitas tinggi dan memainkan apa yang kami sebut sebagai long game tetap berada di pasar untuk memanfaatkan premi risiko yang kini semakin menarik akibat kekacauan ini," jelasnya.

 

Pendekatan dan Kinerja Aset

Ilustrasi investasi
Ilustrasi investasi. (Image on Freepik)... Selengkapnya

DBS juga mempromosikan strategi portofolio yang dikenal sebagai “barbell approach” atau pendekatan barbel, yang berarti menyeimbangkan portofolio antara aset-aset pertumbuhan di satu sisi dan aset-aset pendapatan di sisi lainnya. Pendekatan ini terbukti mampu mengurangi dampak negatif dari gejolak pasar.

Fook menjelaskan bahwa meskipun sisi pertumbuhan dari portofolio mengalami penurunan sekitar 12% sejak awal tahun, sisi pendapatan, terutama obligasi investment grade, menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan sekitar 2%.

Hal ini membuktikan bahwa pendekatan barbel efektif dalam menciptakan portofolio yang lebih seimbang dan tidak terlalu rentan terhadap tekanan pasar.

"Strategi barbel kami, yang sudah saya bicarakan selama bertahun-tahun, mencerminkan semua prinsip ini. Jika melihat kinerja dari awal tahun, sisi pertumbuhan dari portofolio kami yang mengalami penurunan sekitar 12% telah sangat dikompensasi oleh bagian yang menghasilkan pendapatan, yaitu dari kepemilikan obligasi investment grade, yang naik lebih dari 2% tahun ini," ujarnya.

Tak kalah penting, emas juga menjadi komponen utama dalam strategi DBS. Selama tiga tahun terakhir, DBS secara konsisten merekomendasikan emas sebagai lindung nilai terhadap volatilitas dan ketidakpastian.

Tahun ini, rekomendasi tersebut membuahkan hasil signifikan, dengan emas mencatatkan pengembalian sebesar 15,5% secara year-to-date. ia menyebut kinerja ini sebagai validasi atas strategi defensif yang telah diterapkan sejak awal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya