Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah bahwa polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat 75 pegawai lembaga antirasuah tak lolos menjadi ASN, berdampak terhadap penanganan kasus korupsi. Salah satunya, kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
"Kami menyayangkan ada pihak-pihak yang sengaja membangun opini keliru bahwa kasus Nganjuk dilanjutkan Bareskrim karena adanya polemik TWK ini," jelas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Minggu (23/5/2021).
Menurut dia, sebelum operasi tangkap tangan (OTT) KPK kepada [Bupati Ngajuk](https://www.liputan6.com/tag/bupati-nganjuk ""), telah disepakati bahwa penanganan kasus nantinya akan dilakukan oleh Direktorat Tipikor Bareskrim Polri. Hal ini disepakati antara KPK dan Bareksrim.
Advertisement
"Tentu menindaklanjuti kesepakatan maka untuk efektifitas penanganan perkaran tetap dilanjutkan Bareskrim Polri dengan supervisi KPK sesuai kewenangannya," ujarnya.
Ali menyebut penanganan perkara oleh KPK, khususnya pada kedeputian penindakan masih berjalan seperti biasa meski ada polemik TWK. KPK berkomitmen melakukan kerja yang terbaik dalam upaya pemberantasan korupsi.
"KPK berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang sengaja mengaitkan penanganan perkara dengan polemik TWK tersebut," kata Ali.
Sebelumnya, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono mengungkap adanya dampak dari penanganan perkara akibat menonjobkan 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Salah satu dampak langsung yang paling terlihat adalah terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Penanganan kasus Novi ini dialihkan kepada Bareskrim Polri oleh KPK.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
KPK Bekerja Sama dengan Bareskrim
Diketahui, KPK dan Bareskrim bekerja sama dalam penangkapan terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) yang memimpin penangkapan terhadap Novi yakni Harun Al Rasyid, salah satu pegawai yang tak lulus TWK.
Harun Al Rasyid dan timnya menangkap Bupati Nganjuk Novi pada 9 Mei 2021. Saat itu Harun sudah akan dinonjobkan, hanya saja saat melakukan penangkapan, Harun masih belum menerima SK penonjoban tersebut.
"Bayangkan, sudah ada SK disuruh melepaskan tugas dan tanggung jawab, dia (Harun) melakukan OTT karena belum tahu, SK ini baru kita terima 11 Mei 2021," kata Giri.
Akibat dari akan menonjobkan Harun saat itu, pimpinan KPK memutuskan agar Harun melepas kasus Bupati Nganjuk Novi yang dia tangkap. Pimpinan KPK menyerahkan kasus itu ke Polri.
"Makanya yang terjadi kemudian (penanganan) OTT Nganjuk pindah ke Bareskrim," ucap Giri.
Advertisement