Penyidik Herbert Nababan: 16 Tahun di KPK, Dicap Tak Berpancasila dalam 2 Jam?

Herbert Nababan adalah salah seorang penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 02 Jun 2021, 10:47 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2021, 09:03 WIB
Ilustrasi KPK
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Herbert Nababan adalah salah seorang penyidik senior di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sepanjang 16 tahun kariernya di komisi antirasuah, baru di periode kepemimpinan Firli Bahuri dia keheranan.

"Bagaimana tidak, Mas? Seorang dicap tidak berpancasila melalui tes yang hanya 2 jam? Saya 16 tahun di KPK, bisa dibilang sejak komisi ini berdiri!" kata Herbert saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa, 1 Juni 2021 malam.

Herbert adalah satu dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat atau TMS alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Menurut assessment test tersebut, Herbert mendapat rapor merah atas alasan yang sampai hari ini pun tidak diketahuinya.

"Apa alasan saya dinyatakan TMS? Saya pun tidak mau menduga-duga," ungkap Herbert yang berusaha untuk tidak ingin berprasangka buruk.

Namun, keinginan Herbert untuk menerima hasil TMS agaknya dirasa sulit. Sebab, kejanggalan TWK sudah diendusnya dengan sejumlah pegawai KPK lainnya sejak tes "akal-akalan" tersebut disosialisasikan.

"Dari awal kita para pegawai sudah mempertanyakan saat sosialisasi. Ini kan judulnya tes, apakah ada penilaian lulus atau tidak lulus? Jika ada, lalu yang tidak lulus bagaimana? Apakah tidak menjadi ASN?" kenang Herbert kala itu.

Herbert bercerita, sosialisasi langsung dipandu oleh Ketua KPK Firli Bahuri dalam beberapa kali kesempatan, baik langsung tatap muka dan daring. Namun, pertanyaan yang dilontarkannya tidak pernah mendapat jawaban konkret.

"Pertanyaan itu tidak dijawabnya, dia (Firli Bahuri) hanya menjawab tes untuk pemetaan saja. Karenanya tes ini seperti sudah merupakan agenda dia saja untuk menyingkirkan orang-orang yang berintegrasi dan tidak bisa diintervensi," tegas Herbert.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dinonaktifkan Sepihak dan Dipecat

Mau tidak mau, Herbert dan seluruh pegawai KPK akhirnya wajib mengikuti TWK yang difasilitasi Badan Kepegawaian Negara (BKN). Herbert meyakini bahwa tes ini adalah perintah UU No.19 Tahun 2019 yang telah berlaku dengan seluruh kontroversinya.

"Sebagai orang hukum, saya harus taat hukum. Menjadi ASN itu bukan kami yang meminta, itu perintah undang-undang," kata Herbert.

Herbert juga masih meyakini bahwa dalam butir dan turunannya perintah beleid tersebut tidak akan merugikan pegawai KPK dalam alih statusnya.

Begitu pun bunyi putusan Mahkamah Konstitusi hingga perintah Presiden Joko Widodo yang kembali menegaskan untuk jangan sampai merugikan dan menghilangkan hak-hak pegawai KPK dengan alih status ASN.

Namun faktanya, Herbert bersama 75 pegawai lain yang dinyatakan nonaktif sudah dinyatakan nonaktif. Surat Keputusan (SK) dari atasannya sudah sampai ke tangannya sejak 17 Mei 2021.

"Surat itu ditandatangani 7 Mei, sampai ke saya 17 Mei, telat 10 hari, menyatakan saya nonaktif dan menyerahkan seluruh tanggung jawab saya sebagai penyidik ke atasan saya langsung," ujar Herbert.

"Jadi sebenarnya ini tes apa? Apakah Firli melawan hukum dan perintah Presiden? Apakah Firli memiliki presiden lainnya yang harus ditaati perintahnya?" heran dia.

Usai mendapat surat itu, Herbert pun menegaskan hal itu kepada atasannya. Namun, sangat disayangkan atasannya pun tidak bisa menjawab secara jelas.

"Saya challenge atasan saya. Ini maksudnya seperti apa, menyerahkan tanggung jawab langsung kepada atasan? Tapi dia pun bingung," papar Herbert.

 

Sedang Usut Kasus Besar

Herbert mengaku, sebelum dinonaktifkan, dia tengah menyidik sebuah kasus yang mendapat atensi nasional karena diduga menyeret sejumlah nama besar. Namun, sebab alasan kerahasiaan Herbet tidak bisa mengatakannya. Dia pun hanya bisa berharap kasus tersebut bisa tuntas meski andilnya kini ditangguhkan.

"Harapan untuk pemberantasan korupsi itu akan selalu ada. Namun, jika orang-orang yang berintegritas sudah disingkirkan, tentu kita tidak bisa banyak berharap," Herbert memungkasi.

Selama kariernya di KPK, Herbert tercatat banyak menangani kasus besar yang mendapat atensi nasional. Berikut rekam jejak dari sepak terjang Herbert sebagai penyidik senior di KPK:

1. Simulator SIM

2. Gubernur Aceh (Irwandi Yusuf).

3. Gubernur Banten (Ratu Atut).

4. Bupati Nganjuk

5. Bupati Subang (Ojang Suhandi dan Bupati nerikutnya Imas).

6. Wali Kota Malang dan 42 Anggota DPRD Kota Malang.

7. Wali Kota Madiun (Bambang Irianto).

8. Pembangunan IPDN pada Kemendagri. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya