Menkes: Favipiravir Gantikan Oseltamivir Jadi Obat Antivirus Covid-19

Stok obat Oseltamivir saat ini sekitar 12 juta hingga Agustus 2021. Kemudian, stok obat terapi Covid-19 lainnya yakni, Azithromycin hingga kini masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jul 2021, 15:46 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2021, 15:46 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Kesehatan Denmark Magnus Heunicke menandatangani nota kesepahaman (MOU) di Jakata, 25 Juni 2021. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan obat Favipiravir akan menggantikan Oseltamivir sebagai obat antivirus. Menurut dia, para dokter ahli di Indonesia menganjurkan penggunaan obat Favipiravir sebagai antivirus untuk pasien Covid-19.

"Favipiravir ini akan mengganti Oseltamivir sebagai obat antivirus. Kalau Azithromycin tadi antibiotik, Favipiravir ini masuk kategori anti virus yang oleh dokter-dokter ahli 5 profesi di Indonesia sudah mengkaji dampaknya terhadap mutasi virus delta ini, mereka menganjurkan agar antivirusnya digunakan favipiravir," jelas Budi dalam konferensi pers, Senin (27/6/2021).

Dia menyebut stok obat Favipiravir di Indonesia aat ini sekitar 6 juta. Namun, kata Budi, sejumlah produsen dalam negeri akan meningkatkan jumlah produksi Favipiravir untuk memenuhi kebutuhan nasional.

"Diharapkan nanti di bulan Agustus kita sudah punya kapasitas produksi dalam negeri antara 2 sampai 4 juta tablet per hari yang bisa memenuhi kebutuhan," katanya.

Sementara itu, stok obat Oseltamivir saat ini sekitar 12 juta hingga Agustus 2021. Kemudian, stok obat terapi Covid-19 lainnya yakni, Azithromycin hingga kini masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.

"Saya kasih contoh misalnya azitromisin sekarang ada 11,4 juta stok yang ada di nasional, 20 pabrik lokal memproduksi obat ini. Jadi sebenarnya kapasitas produksi mencukupi," tutur Budi.

Budi mengakui bahwa ada tiga obat terapi Covid-19 yang belum dapat diproduksi di dalam negeri dan masih sangat bergantung kepada ekspor. Ketiga obat itu antara lain, Remdesivir, Actemra dan Gammaraas. 

"Ini adalah obat-obatan yang di seluruh dunia juga sedang short supply karena semua orang sedang membutuhkan obat-obat ini," ucapnya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sejumlah Obat Diperbanyak

Adapun 150.000 obat remdesivir direncanakan tiba di Indonesia pada Juli 2021 dam 1,2 juta obat di Agustus mendatang. Disamping itu, pemerintah mengupayakan agar obat remdesivir dapat diproduksi di dalam negeri.

"Untuk Actemra, ini obat-obatan yang sangat terkenal karena harganya jadi 50 an juta, jadi ratusan juta. Padahal harga sebenarnya cuma dibawah 10 juta, ini Juli ini kita akan kedatangan 1.000 vial," ujar dia.

"Tapi Agustus kita akan mengimpor 138.000 (vial) dari negara-negara yang mungkin teman-teman tidak membahayakan kita akan impor dari negara-negara tersebut. Kita cari ke seluruh pelosok dunia mengenai actemra ini," sambung Budi.

Untuk obat Gamaraas, pemerintag mengimpor 26.000 vial pada bulan Juli 2021 dan 27.000 di Agustus. Budi menuturkan bat-obatan impor ini akan datang secara bertahap mulai Agustus.

"Kita harapkan sudah lebih baik distribusi nya kita bekerjasama dengan GP (gabungan perusahaan) Farmasi. Mereka akan membantu kita mendistribusikan ke sekitar 12 ribu Apotek aktif di Indonesia," pungkas Budi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya