LIPI: Tsunami 2018 Berhasil Buat Masyarakat Sebesi Bangun Kewaspadaan Bencana

Devy meyakini, hasil penelitiannya membuktikan bahwa sudah ada kesadaran masyarakat di Sebesi.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Agu 2021, 17:48 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2021, 17:48 WIB
Tsunami
Peneliti LIPI Devy Riskianingrum memaparkan hasil penelitiannya, terkait Catatan Pulau Sebesi antara fenomena alam yang terjadi pada 1883 dan 2018. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti LIPI Devy Riskianingrum memaparkan hasil penelitiannya, terkait Catatan Pulau Sebesi antara fenomena alam yang terjadi pada 1883 dan 2018. Diketahui, pada kedua tahun tersebut terjadi tsunami besar senada meski berbeda 138 tahun.

"Peristiwa tsunami di Selat Sunda pada 22 Desember 2018, merupakan bencana yang telah memberikan kenangan yang sama. Kejadian tsunami ini seakan membuka memori masyarakat Sebesi dengan kekhawatiran dan kecemasan," kata Devy saat webinar, Jumat (27/8/2021).

Menurut hasil penelitian Devy dan catatan sejarah, pasca bencana 1883, tidak sedikit masyarakat yang kembali menghuni pulau tersebut hingga menghidupkan kembali aktivitas sosial ekonomi di daerah tersebut.

"Masyarakat di Sebesi menilai, tsunami yang terjadi 1883 ini antara berkah dan bencana. Saya pun melakukan survei wawancara untuk penelitian ini pada 13-16 Oktober 2020," jelas Devy.

Hasilnya cukup mengagetkan. Devy mengungkap, pandangan Pulau Sebesi yang awalnya dinilai sumber potensi ekonomi berubah menjadi ancaman mengingat peristiwa tsunami 2018 yang meluluhlantakkan Sebesi.

"Tsunami 2018 berhasil membangun kesadaran. Masyarakat di Sebesi saat ini membentuk kewaspadaan, ditunjukkan dari pengetahuan arah evakuasi jika peristiwa serupa kembali terjadi," jelas Devy.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua

Lebih Waspada

Tsunami Anyer
Sebuah rumah terlihat antara puing-puing bangunan setelah tsunami menerjang kawasan Anyer, Banten, Minggu (23/12). Tsunami menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Devy meyakini, hasil penelitiannya membuktikan bahwa sudah ada kesadaran masyarakat di Sebesi. Seperti, pemahaman jika ada bencana terjadi masyarakat akan naik ke Gunung Sebesi, mereka juga mulai memperhatikan ombak dan kondisi alam.

"Saat ini juga ada seorang tua yang memperhatikan ombak terutama pada saat purnama dan dia disebut sebagai datuk ombak mereka kini juga memperhatikan fenomena di anak Gunung Krakatau," Devy menandasi.

Sebagai informasi, Pulau Sebesi adalah pulau yang posisinya hanya 20 KM (sekitar 10,7 mil laut) dari Gunung Krakatau dan terdampak sapuan tsunami baik 1883 dan 2018. Hal ini menyebabkan Pulau Sebesi lumpuh dari komunikasi dan sempat terisolasi.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya