76 Tahun Lalu, Lahirnya BKR Laut yang Menjadi Cikal Bakal TNI AL

Nama TKR Laut diubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) Laut dan berubah lagi menjadi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada Februari 1946.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 10 Sep 2021, 07:33 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2021, 07:33 WIB
HUT ke-73, TNI AL Pamer Alutsista dan Atraksi Ketangkasan
Prajurit TNI AL saat peringatan HUT ke-73 di Kompleks Dermaga Pondok Dayung Koarmada I, Jakarta, Senin (10/9). Acara bertema "Bersama Rakyat TNI Angkatan Laut Siap Membangun Bangsa Guna Mewujudkan Kesejahteraan Melalui Laut". (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Hari ini 73 tahun lalu, tepatnya pada 10 September 1945, Badan Keamanan Rakyat (BKR) Laut didirikan oleh veteran Koninklijke Marine dan Kaigun. Koninklijke Marine merupakan Angkatan Laut Belanda, sedangkan Kaigun merupakan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. BKR Laut Pusat ini berada di bawah pimpinan M Pardi dan mendapat pengesahan dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Semangat yang ada dalam kedua veteran itu menjadi faktor pendorong terbentuknya kesatuan ini. BKR Laut ini merupakan cikal bakal dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL). Setelah BKR Laut terbentuk, maka berbagai kesatuan laut terus berbenah untuk membangun matra ini menjadi lebih baik.

Pasukan BKR Laut memulai aksi-aksi untuk mengambil alih gedung-gedung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dengan aksi itu, BKR Laut akhirnya memberikan komando kepada pemuda pelaut di berbagai daerah untuk membentuk kesatuan BKR Laut.

Setelah BKR Pusat dibentuk, secara berantai telah mengobarkan semangat para pemuda pelaut di daerah lainnya untuk membentuk BKR Laut sehingga pada kurun waktu bulan September 1945 telah terbentuk BKR Laut di daerah antara lain BKR Laut Banten, BKR Laut Cirebon, BKR Laut Semarang, BKR Laut Cilacap, BKR Laut Banyuwangi, dan lain-lain.

Pada 5 Oktober 1945 terjadi perubahan dengan dibentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menggantikan BKR berdasarkan Maklumat Presiden RI No. 2/X, tanggal 5 Oktober 1945 tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat. Tak lama kemudian, pada 15 November 1945 disahkan berdirinya TKR Laut oleh pimpinan tertinggi TKR Laut M Pardi.

Di Yogyakarta, dilakukan upaya-upaya penyempurnaan organisasi TKR Laut. Sementara itu di Jawa Timur, menganggap upaya penyempurnaan merupakan kondisi yang tidak kondusif, TKR Laut Jawa Timur mempunyai pemikiran sendiri tentang perjuangan Angkatan Laut sehingga membentuk Marine Keamanan Rakyat (MKR) yang bermarkas di Lawang dipimpin Laksamana Muda Atmadji. Langkah ini memunculkan dualisme kepemimpinan di tubuh TKR Laut.

Untuk menyatukan semua pihak, dibentuklah Komisi Penyelenggaraan Susunan Baru Markas Tertinggi TKR. Anggotanya terdiri atas unsur-unsur pimpinan Yogyakarta, Lawang (Malang), dan Kementerian Pertahanan. Komisi ini diketuai RS Ahmad Sumadi dengan anggota Adam, Mohammad Nazir, Katamudi, Moch Affandi, disahkan oleh Menteri Pertahanan Amir Sjarifudin dan disaksikan Wakil Presiden Mohammad Hatta, Jaksa Agung Mr Kasman Singodimedjo, dan Kepala Staf Umum TKR Urip Sumohardjo.

Dalam sidangnya tanggal 25 dan 26 Januari 1946, Komisi mengambil sejumlah keputusan, antara lain:

(1) Mengangkat Atmadji sebagai Pemimpin Umum TKR Laut dan ditempatkan pada Kementerian Pertahanan.

(2) TKR Laut memutuskan untuk mengangkat Mohammad Nazir sebagai Kepala Staf Umum, dibantu Mas Pardi dan Gunadi.

(3) Ketiga pemimpin tersebut tidak boleh berbeda pangkat dan diwajibkan untuk menyusun Staf TKR Laut dengan sebaik-baiknya.

Bersamaan dengan berlangsungnya sidang pertama komisi tersebut pada 25 Januari 1946, nama TKR Laut diubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) Laut. Selanjutnya Berubah lagi menjadi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada Februari 1946.

Markas Besar Tertinggi (MBT) TKR Laut pun berubah menjadi Markas Besar Umum (MBU) ALRI dengan Laksamana III M Pardi sebagai Kepala Staf Umum MBU ALRI. Setelah itu dalam organisasi MBU ALRI masih mengalami perubahan lagi, Laksamana III Mohammad Nazir diangkat sebagai Panglima ALRI atau pemegang komando tertinggi Angkatan Laut.

Modernisasi Peralatan Tempur

Ilustrasi Kapal TNI AL
Ilustrasi Kapal TNI AL. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ketika sudah menggunakan nama ALRI, segala kekuatan dan kemampuannya diberdayakan. Kapal-kapal peninggalan Jepang mulai digunakan untuk memenuhi tugas penjagaan laut wilayah Indonesia. Melalui kekuatan ini, ALRI melakukan operasi laut di Indonesia dan melakukan penerobosan blokade laut yang dijaga Belanda.

Mereka yang tergabung dalam ALRI, melakukan penyerangan kepada Angkatan Laut Belanda seperti di Selat Bali, Laut Cirebon dan Laut Sibolga. Setelah berkali-kali melakukan operasi laut, ALRI juga membentuk beberapa unit untuk mendukung Perang Kemerdekaan.

Corps Armada (CA), Corps Marinier (CM), dan lembaga pendidikan di berbagai tempat terbentuk untuk menunjang unsur-unsur ALRI dalam menjaga kedaulatan Indonesia di sektor laut.

Selanjutnya, berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 1 Tanggal 2 Januari 1948 tentang Reorganisasi dan Rasionalisasi ALRI, Menteri Pertahanan Mohammad Hatta membentuk Komite Reorganisasi ALRI (KRAL) pada 17 Maret 1948.

Komite ini mengangkat Kolonel R Soebijakto sebagai Ketua KRAL. Setelah selesai menjalankan tugasnya, KRAL dibubarkan pada akhir April 1948, dan Kolonel R Soebijakto diangkat sebagai Kepala Staf ALRI. Pada masa KRAL peraturan tentang pangkat perwira paling tinggi adalah Kolonel.

Setelah perjanjian KMB dan pengakuan kedaulatan Indonesia atas Belanda, ALRI mendapatkan sejumlah alutsista untuk menambah kekuatannya. Peningkatan kekuatan itu dibarengi dengan menyempurnakan strategi, taktik dan operasi laut untuk menghadapi gerakan separatis yang muncul.

Akhirnya, ALRI mendapatkan konsep operasi laut, amfibi dan konsep lain dengan matra darat dan udara. Modernisasi Sejak 1966, ALRI kemudian disebut dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut. Hal ini merupakan babak baru dalam perjalanan sejarah seiring dengan integrasinya dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Memasuki 1980-an, TNI AL melakukan modernisasi peralatan tempurnya. TNI AL mulai membeli kapal perang modern jenis baru untuk menambah daya gempur sektor laut. Selama dasawarsa 1990-an TNI AL mendapatkan tambahan kekuatan berupa kapal - kapal perang jenis korvet kelas Parchim, kapal pendarat tank (LST) kelas Frosch, dan penyapu ranjau kelas Kondor.

Penambahan itu untuk memenuhi tuntutan tugas dalam menjaga perdamaian dan keamanan dalam wilayah Republik Indonesia. Sesuai dengan Undang-Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Pasal 9, Angkatan Laut bertugas salah satunya Melaksanakan tugas TNI matra laut di bidang pertahanan.

Selain itu, TNI juga melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya