Liputan6.com, Jakarta Pada Juni 2021, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sempat menghentikan sementara kegiatan offline, termasuk sidang selama tiga hari setelah hakim hingga pegawai terpapar COVID-19. Bahkan, jumlah orang yang terpapar virus SARS-CoV-2 itu mencapai 27 orang.
Melihat kondisi saat ini, penurunan kasus virus corona di Indonesia membuat Pemerintah melakukan sejumlah pelonggaran, termasuk sidang yang kini sudah bisa digelar secara offline.Â
Namun, mengingat masih dalam situasi pandemi, terlebih varian baru COVID-19, Omicron yang sangat menular sudah terdeteksi di sejumlah negara, apakah sidang offline sebaiknya digelar secara online saja?Â
Advertisement
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar FKUI, Prof. Tjandra Yoga Aditama menegaskan, jika ada kerumunan, maka risiko penularan COVID-19 juga semakin besar.Â
"Yang jelas kalau ada kerumunan orang maka risiko penularan makin besar, jadi memang anjurannya adalah menghindari kerumunan," kata Prof Tjandra, Kamis (2/12/2021).Â
Prof. Tjandra menambahkan, jika terpaksa harus ada dalam kerumunan, maka ada tiga hal yang baik dilakukan untuk mengurangi risiko penularan COVID-19. Apa saja?Â
"Satu, kalau bisa kerumunannya di luar ruangan. Dua, waktu dalam kerumunan harus sesingkat mungkin dan tiga, kalau terpaksa kerumunan di dalam ruangan, maka jendela dan lain-lain, harus terbuka lebar untuk menjamin ventilasi udara," terang dia.Â
Lalu, sebagai langkah mencegah penularan COVID-19, apakah sidang offline sebaiknya digelar secara online?Â
"Saya tidak akan secara spesifik memberi anjuran kegiatan tertentu. Tetapi, silakan gunakan prinsip-prinsip di WA di atas untuk kegiatan apa pun juga," kata dia.Â
Melakukan Mitigasi Berlapis
Terkait varian baru COVID-19, B.1.1.529 atau Omicron, Tjandra mengingatkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyebutkan semua negara, termasuk Indonesia, perlu melakukan mitigasi berlapis.Â
"Mereka menyebutnya sebagai 'multi-layered risk mitigation approach'. Artinya tindakan pencegahan dan mitigasi memang harus dilakukan amat ketat dan berlapis-lapis," jelas Prof. Tjandra.
Advertisement