Liputan6.com, Jakarta Ketua DPP Koliasi Kawal Lingkungan Hidup Indonesia (Kawali) Jawa Timur Wigyo mempertanyakan soal berfungsi atau tidaknya sistem peringatan dini atau early system warning saat erupsi Gunung Semeru Sabtu 4 Desember 2021.
"Apa tidak ada peringatan sebelumnya? Apa tidak diberlakukan early warning system? Dalam saat-saat darurat seperti ini early warning system sangat penting dan diperlukan untuk menunjang mitigasi bencana demi keselamatan warga sekitar," ujar dia dalam keterangannya, Minggu (5/12/2021).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Wigyo, sistem peringatan dini harus selalu aktif dan tersedia di setiap daerah yang rawan bencana seperti di desa sekitar gunung berapi.
Menurutnya, sensor yang dipasang di dekat seismometer akan berbunyi sebagai informasi ada peningkatan aktivitas atau pergerakan besar gunung berapi.
"Namun pada kejadian erupsi gunung Semeru ini diketahui bahwa tidak ada peringatan atau pemberitahuan dini sebelumnya, maka sangat bahaya sekali bagi masyarakat sekitar," kata dia.
Yang membuatnya heran yakni terkait penjelasan Kepala Badan Geologi Kementrian ESDM Eko lelono yang menyebutkan sekitar pukul 13.30 WIB terekam getaran banjir pada seismograf.
"Tetapi tidak ada peringatan dini sampai sekitar pukul 15.00 WIB ketika masyarakat berhamburan panik saat erupsi terjadi," kata dia.
Â
Kegagalan Mitigasi Bencana
Manager Advokasi dan Kampanye DPN KAWALI Fatmala Juliasyah Menyampaikan, tidak adanya peringatan dini pada bencana alam ini menandakan kegagalan sistem mitigasi bencana.
Menurutnya, BMKG yang memiliki peran menyampaikan informasi dan peringatan dini berkenaan dengan bencana akibat faktor geofisika gagal menjalani perannya.
"Kegagalan sistem mitigasi bencana ini harus mendapat perhatian dari pemerintah pusat karena ini menyangkut nyawa dan keselamatan masyarakat," kata Fatmala.
Sebelumnya, berdasarkan data sementara dari Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB per Sabtu 4 Desember 2021, bencana awan panas guguran di Gunung Semeru telah menerjang enam desa yang berada di dua kecamatan di Kabupaten Lumajang. Selain itu, sebaran abu vulkanik telah berdampak di 11 desa/kelurahan di sembilan kecamatan.
Satu orang warga dilaporkan meninggal dunia, 2 orang hilang, 8-10 orang masih terjebak, 70 orang dilarikan ke puskesmas dan 300 KK mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Sementara itu, kerusakan dan kerugian materil masih dalam proses pendataan lebih lanjut.
Advertisement